[1]
ISTANA
DALAM DUNIA KECILKU
Suara kicau burung di pagi hari,
terdengar menembus langit-langit kamarku. Aku masih terbaring malas untuk
bangun. Namun sepertinya matahari mulai marah padaku, karena masih saja Aku
menutup mataku. Cahaya matahari pagi itu mulai menyentuh seluruh isi ruangan di
kamarku yang cukup besar. Akhirnya, Aku mengalah pada alam dan Aku harus
bangun, inikah hari dimana Aku mulai harus sekolah.
Uohhhh.... teriakku sambil menguap.
Hai sobat, kenalkan namaku Gitta
Sessa Wanda Cantika. Terlalu panjang ya.. ok!
Biar gampang sebut saja namaku Keke. Aku anak ke-tiga
dari tiga saudara. Aku mempunyai dua kakak laki-laki, namanya juga dipersingkat
saja. Panggil mereka Koko dan Kiki. Koko, kakak tertuaku sekarang telah menikah
dan memberikan Aku seorang keponakan imut dan lucu, sedangkan Kiki, kakakku
ke-dua sibuk dengan kerajaan pendidikan dia. Anaknya rajin dan pandai sekali.
Terkadang setiap aku mengalami kesusahan dalam pelajaran sekolah. Dia yang
terdepan menjadi guru privatku.
Keluarga kami keluarga yang bahagia,
walau Ibu dan Ayah telah bercerai namun hubungan masih terjalin dengan baik.
Aku dan kedua kakakku tinggal bersama Ayah. Ops.. tak lupa kukenalkan pahlawan
dalam keluarga kami. Dia ini ada raja dari istana kami. Ayahku, teman sekaligus
pacarku.. Lucu ya.. Eits jangan salah paham ya! Habis, Ayah walau sudah berumur
tampang boleh dibilang tidaa jauh dari Tau Ming Se, bintang F-4 asal Taiwan itu loh..
Hm.. di hari ini! Saatnya Aku
ceritakan tentang bagian dari istana kami. Sejak kecil Aku mempunyai hobby
menyanyi dan modeling. Gak percaya? Silakan saja lihat koleksi kamarku. Bukan
sombong ya. Tapi itu kan waktu kecil, sekarang Aku sibuk dengan sekolah saja
kok! Masih terbayang oleh Aku, ketika Aku beberapa kali menjadi juara model di
beberapa kejuaraan dan Aku juga sempat membuat album cilik. Tapi rasanya itu
bagian dari masa kecil yang indah. Walau terkadang Aku masih merindukan
masamasa itu.
Sekarang Aku duduk di bangku kelas 1
SLTP Al-Kamar. Aku baru menginjak sekolah ini saat aku masuk pertengahan
semester. Karena beberapa masalah dalam keluarga kami, khususnya ketika
perceraian orangtua. Aku dan kedua kakakku sempat memutuskan untuk berhenti
sekolah.
Namun akhirnya Aku rindu juga
terhadap dunia pendidikan. Suatu ketika ayah mendapatkan tawaran pekerjaan di
sebuah yayasan pendidikan. Sehingga akhirnya setelah berdiskusi kami memutuskan
untuk kembali sekolah. Dan ternyata pilihan ini tidak salah. Aku sangat bahagia
karena memiliki beberapa teman yang baik dan sayang padaku.
Rasanya menjadi anak remaja adalah
bagian dari hidupku saat ini. Terlepas dari semua itu Aku masih berusia 13
tahun. Namun Aku juga mempunyai hobby jalan-jalan ke Mall atau pun sekedar hal
rahasia yang ingin Aku ungkapkan. Temen-temenku suka mengeluh jika sedang
berpergian denganku. Aku suka menghilang secara tiba-tiba? Mereka terkadang
sibuk mencari Aku kemana-mana, padahal sesungguhnya Aku suka sekali menuju tempat
bacaan di setiap Mall. Dari sekedar membaca komik sampai novel semua Aku suka!
Makanya tak heran Aku bisa berjam-jam berdiri sambil membaca buku di sebuah
kios atau toko buku.
Buat Aku pendidikan adalah
segalanya. Dan segala sesuatu yang bisa aku baca untuk menambah pengetahuan
otakku, selalu kulahap. Mulai dari buku pintar sampai kamus bahasa Indonesia.
Aku sih, sip-sip aja! Oh ya Aku suka sekali komik keluaran Jepang. Bahkan Aku
bercita-cita untuk menjadi penulis komik. Di sela-sela waktuku, Aku selalu
mengambar Manga atau tokoh kartun Jepang. Entah sudah berapa banyak tokoh
kartun imanijasiku terlukis di kertas fileku.
Tak lupa kukenalkan beberapa sahabat
terbaikku yang selalu kukenang dan kusayangin. Mereka adalah Maya yang cantik,
Syifa yang unik, Echda yang selalu bikin lucu, terus Chika yang pemalu namun
gak malu-maluin. Andini yang selalu tertawa dengan kencang. Kemudian ada Nelly
yang mirip Krisdayanti, Idha yang ceriwis. Githon dan Sysca yang selalu berebut
hobby yang sama. Dan yang terakhir Nozia yang mirip Rei si Sailor Mars.
Kami adalah geng yang selalu
bersama, susah atau senang. Duka atau tangis. Apapun kami lakukan bersama.
Banyak hal yang nyaris tidak pernah kami lakukan tanpa bersama. Karena kami
adalah kelompok paling ngetop dan menghebohkan di sekolah kami. Tak kalah dari
geng apapun. Karena kami punya motto ”Biar kecil tapi cabe rawit. Biar masih
SMP tapi kelakuan SMU”.
Tak terlupa satu sisi lain yang
ingin kukatakan akan perjalanan cinta. Aku pun tak bisa terlepas dari jatuh
cinta. Cinta yang mungkin orang lain bilang cinta monyet. Tapi buat Aku, cukup
cinta yang indah. Untuk seseorang yang kusayang. Andi, dia adalah pangeran
dalam hidupku. Anugerah Tuhan yang membuat Aku serasa seperti putri dalam
dongeng.
Sobat, bisakah kau merasakan apa
arti dunia kecil dalam hidup kamu? Ya, dunia kecil. Terkadang
ada rasa sedih, benci dan marah. Namun terlepas dari semua itu. Dunia itu
terasa indah. Bukankah setiap orang terlahir untuk memiliki dunianya
masing-masing. Mungkin istanaku terasa indah, namun ada sisi dimana Aku mulai
merasa sedih. Karena Aku juga manusia biasa.
Mungkin Aku pernah bangga karena
terpilih menjadi siswa teladan oleh Pemerintah dan Aku sempat juga mendapatkan
pelukan dari Ibu Megawati yang ketika itu menjabat menjadi Presiden. Namun Aku
juga harus menghadapi sebuah kenyataan orang tuaku bercerai. Bukankah dunia itu
cukup adil untuk manusia. Kebahagian dan kesedihan selalu ada dalam dunia. Apakah
Aku layak mengeluh? Tidak. Aku tidak mengeluh. Aku jalanin semua dengan
baik-baik saja.
*****
[2]
AIR
MATA ITU MULAI ADA
Suatu ketika di hari yang tak pernah
Aku duga. Ketika Aku mulai merasa ada hal lain yang mulai datang pada hidupku.
Kakakku Kiki pulang dengan keadaan malu untuk dilihat, wajahnya mirip sekali
dengan Ikan Mas. Aku sempat membuat lelucon akan sakit mata yang dialami oleh
kakakku. Usut punya usut. Terjadi kehebohan di kelas kakakku. Beberapa siswa
mengalami
sakit mata memerah. Dan salah satuhnya adalah kakakku.
Kuperhatikan wajah kakakku ketika makan malam bersama.
Kami sempat bercanda ria dan kukatakan pendapat ku tentang sakit mata itu. Ada mitos
yang mengatakan itu akibat mengintip. Dan kakakku terlihat malu, namun dia
tidak marah karena itu hanya percandaan di meja makan.
Setelah Ayah memberikan obat mata,
keadaan Kakak mulai membaik. Beberapa hari kemudian penyakit itu menghilang.
Namun ketika Aku bangun di pagi hari. Aku mulai merasa mataku terasa perih,
kulihat cermin di lemariku. Astaga!! Mataku memerah. Aku tertular penyakit mata
dari Kakak. Mungkin karena Aku dikutuk Kakak karena ejekan saat itu. Rasanya
malu sekali untuk makan pagi bersama bila kakakku melihat wajahku ini.
Benar saja. Tawa kakakku terlihat
senang ketika ia melihat wajahku. Untungnya Ayah sempat melotot ke arah Kakak
dan dia terdiam. Hal pertama yang Ayah tanyakan padaku adalah.
”Gimana Ke, sakit? Nanti pulang
sekolah kita ke dokter ya!” tanya Ayah
dan
Aku hanya terdiam karena malu.
Kejadian itu baru saja terjadi di
rumah. Entah apa yang bisa kupikirkan di kelasku nanti. Semua pasti akan
menertawakan Aku. Memang hal itu terjadi. Semua murid di kelasku memandang
dengan aneh, dan Aku hanya menutupin wajahku dengan tisue. Hingga temen
sebangkuku Chika bertanya,
”Kenapa loe, Ke?” tanya Chika.
”Mata gua, kena tepa Kiki, aduh malu
deh.!” ujarku.
”Ah sebodoh amat. PD aja lagi.
Lagian bukan hal yang biasa kok. Kemarin kan sempet heboh di kelas sebelah juga
ada yang kena!”
”Oh ya kok gua gak tau ya..!”
”Apa sih yang loe tau, komik melulu sih! Tapi baguslah
dengan gitu. Mereka juga gak ada yang berani katain loe, takut ketepa haha!”
”Dasar loe ah!” ujarku pada Chika.
Nampaknya gosip kutukan bila meledek orang yang sakit
mata, cukup ampuh untuk membuat temen-temenku diam. Namun aku malu untuk bertemu
Andi pacarku. Untungnya hari ini dia berhalangan hadir. Aku masih sempat
mengikuti pelajaran olahraga bermain Volley. Dan ketika aku bermain volley.
”Ke, loe mimisan..!” ujar Chika yang
satu tim denganku.
Aku terkejut tak menyadari hidungku
mulai mengeluarkan darah segar. Dan Aku pun berlari menuju toilet untuk
membersihkan serta meredahkan mimisan ini. Untuk sesaat aku hanya beristirahat
di ruang Unit kesehatan Siswa. Hingga menunggu mobil jemputan Ayah. Yang telah
diberitahukan oleh wali kelas akan mimisanku.
Aku mulai mengeluh merasa sulit
bernafas karena lubang hidung sebelah kiriku tersumbat. Melihat keadaanku Ayah
mengira aku mengalami flu dan pilek. Akhirnya pulang dari Sekolah, kami
langsung menuju dokter pribadi keluarga kami bernama Dr. Fendy.
Aku hanya terduduk terdiam ketika
dokter mulai memeriksa mulut dan mataku melalui senter kecil. Kemudian ayah
mulai bertanya-tanya akan sakitku. Dokter hanya berkata ringan sambil membuat
resep obat.
”Obat ini diminum secara teratur
selama lima hari, bila tidak ada perubahaan saya akan buat surat pengantar ke
Prof. Lukman di Rumah Sakit Darmais.” ujar Dr. Fendy.
Aku
dan Ayah hanya tersenyum kecil melihat apa yang dikatakan dokter. Dugaan
sementara untuk penyakitku adalah Sinus, dengan minum obat secara teratur dalam
lima hari mungkin akan sembuh. Namun apa yang terjadi. Hari demi hari berlalu,
ada yang aneh dengan diriku. Mataku tidak kunjung memutih dan terus memerah.
Mengeluarkan air mata dan terasa perih. Hidungku terus mengeluarkan darah dalam
beberapa kali sehari. Ayah mulai khwatir dan lubang hidung sebelah kiriku
terasa mati rasa.
Sesuai perintah Dr. Fendy bila dalam
lima hari tidak ada perkembangan, Aku harus menuju rumah sakit rujukan. Aku
sedikit terkejut dengan apa yang kulihat dan mulai merasakan ketakutan kecil.
Memandang sebuah rumah sakit yang besar dan untuk pertama dalam hidupku, aku menginjakkan
kaki di rumah sakit untuk bertemu dengan seorang professor. Prof. Lukman.
Setelah bertemu Prof. Lukman, Ayah
mulai memberikan surat pengantar yang dibuatkan oleh Dr.Fendy. Setelah membaca
isi surat tersebut. Prof. Lukman mulai melakukan tindakan awal. Bagian dari
kepalaku akan di ronsen dan ini adalah pengalaman pertama dalam hidupku
menghadapi sebuah alat canggih dari kedokteran. Aku hanya berujar dalam hatiku,
ada apa dengan diriku. Mengapa hanya sebuah flu, Aku harus melakukan berbagai pemeriksaan.
Setelah hasil ronsen itu keluar
dalam bentuk copy scenen, Prof. Lukman terdiam dan terlihat berkonsentrasi
memperhatikan hasil ronsen tersebut. Prof. Lukman hanya memandangku sekilas
lalu berkata padaku.
”Keke. Bisa kamu keluar sebentar.
Saya ingin bicara dengan Ayah kamu sebentar. Pembicaraan orang dewasa!” jelas
Prof. Lukman.
”Ok.. gak papa. Ayah, Keke keluar
dulu ya..!” ujarku untuk pamit dan Aku hanya melihat Ayah masih bingung dengan
permintaan Prof. Lukman padaku. Setelah itu keadaan menjadi sunyi dan Prof.
Lukman mulai menghela nafas untuk memulai pembicaran dengan Ayah.
”Pak Jody..” panggil Prof. Lukman
pada Ayahku.
”Iya Prof, ada apa ya! Kok anak saya
dari kemarin mimisan dan katanya dia susah nafas? Apa hasil diagnosa copy
scenennya Prof?” tanya Ayah.
”Mohon Pak Jody kuat mendengar semua
ini !” jelas Prof. Lukman yang mulai membuat Ayah sedikit takut.
”Ada apa dengan putri saya Prof?”
tanya Ayah.
”Putri Bapak terinfeksi penyakit
Rabdomiosarkoma..!!”
”Hah.. rabdo...” ujar Ayah kesulitan
mengulang.
”Penyakit ini secara luas dikatakan
tergolong Kanker.!”
”Kanker......!?” Ayah terkejut.
”Benar Pak Jody. Putri anda
terinfeksi penyakit Rabdomiosarkoma atau kanker jaringan lunak!”
”Saya tidak begitu mengerti penyakit
ini, tapi bagaimana bisa?” tanya Ayah.
”Mohon Bapak tenangkan diri
sebentar..!”
”Saya minta maaf untuk mengatakan
kalau penyakit kanker pada putri anda adalah kanker paling ganas dalam
tingkatan kanker. Kanker ini masuk stadium 3 dan perkembangannya hanya lima
hari. Dan ini adalah kasus pertama dalam hidup saya melihat kejadian pada putri
Anda. Biasanya kanker ini hanya menyerang anak di bawah usia 3 tahun atau usia
lanjut.!”
”Professor jangan bercanda. Keke itu
jarang sakit. Bahkan tidak ada tanda-tanda kalau dia kanker!” bela Ayah.
Prof. Lukman hanya terdiam dan
mencoba membuat Ayah yang panik untuk tenang sesaat.
”Pak Jody, inilah Rabdomiosarkoma,
penyakit ini merupakan kanker ganas yang tidak memiliki tanda-tanda, lain
dengan seperti kanker payudara ataupun kanker stadium ringan. Kanker ini
berkembang sangat cepat dalam waktu lima hari. !” jelas Prof.Lukman dan Ayah
mulai menangis.
”Tapi Prof, bagaimana bisa putri
saya terserang kanker begitu menakutkan seperti ini!” tanya Ayah ulang.
”Pak Jody. Saat ini bukanlah saatnya
untuk mencari penyebab kanker ini, namun adalah saatnya untuk mengobati kanker
ini agar tidak berkembang secara luas pada pasien” jelas Prof . Lukman.
Ayah hanya bisa menangis dan
Profesor berusaha membuat Ayah tenang. Setelah kemudian keadaan mulai
terkontrol. Profesor mulai menjelaskan prosedur yang harus dilakukan untuk
menyembuhkan Aku serta melenyapkan kanker ini. Prof. Lukman mengambil copy
scenen tengkorak wajahku kemudian mulai menjelaskan tindakan yang harus
dilakukan.
”Jadi langkah yang harus dilakukan
adalah mengangkat kanker ini melalui operasi. Dan operasi yang harus dilakukan
adalah memotong tulang pipi, kemudian mata, dan setengah dari wajah pasien.
Boleh dikatakan putri Bapak kemungkinan akan menjadi buta dan cacat” jelas
Prof. Lukman.
”Astaga Prof, kanker itu hanya sekecil
kuku, mengapa operasi harus sampai seperti itu?” tanya Ayah kaget.
”Pak Jody. Prosedur pengangkatan
kanker secara medis adalah seperti ini, mengenai masalah sehabis operasi, bisa
dengan melakukan operasi plastik pada wajah pasien!”
”Tapi Prof, anak saya adalah seorang
wanita. Bagaimana dia menghadapi masa depan setelah operasi yang nyaris
menghabiskan sebagian muka dia!”
”Tapi ini adalah keputusan yang
terbaik. Bagaimanapun tidak ada pilihan lain untuk kanker Rabdomiosarkoma!!”
”Apakah ada jaminan setelah
melakukan operasi putri saya akan sembuh!” tanya Ayah dan Prof. Lukman hanya
terdiam.
”Saya tidak bisa menjamin semuanya,
karena untuk kanker stadium rendah saja. Keberhasilan sembuh pada pasien sangat
kecil. Apalagi dengan keadaan putri Bapak, yang saya bisa katakan adalah semua
kehendak Tuhan.!”
”Berikan saya waktu untuk menjawab
Prof. Saya harus melakukan diskusi masalah ini dengan keluarga. Dan memberikan
keputusan!”jelas Ayah.
”Pak Jody, rembukkanlah masalah ini
dengan cepat. Karena kanker ini berkembang sangat cepat!”
Ayah hanya bisa terdiam untuk
beberapa saat. Sedangkan Aku mulai bosan menunggu hasil pembicaraan Ayah dengan
Prof. Lukman. Untungnya ada salah satu suster yang tidak bertugas dan dia
bersedia menemani Aku berbicara. Suster yang sangat ramah itu terlihat baik dan
ramah padaku. Dan saat Aku mulai berbicara dengan suster. Ayah muncul dengan
wajah terlihat murung.
”Ayah.. lama banget sih!! Untung ada
suster yang temeni Keke ngobrol!” jelasku.
”Maaf ya Keke, tadi ada hal penting
yang mesti Ayah bicarakan sama Prof. Lukman.”jelas Ayah.
Aku tak mengerti apa yang terjadi.
Namun saat itu juga Ayah berlutut mengikutin tinggi badanku. Dia memandangku
dengan wajahnya kemudian ia mulai memelukku. Aku merasa malu saat itu ketika suster
mulai tersenyum melihat tingkah ayahku yang tak biasa.
”Aduh Ayah, malu neh, kenapa sih
tiba-tiba begini!” ujarku.
”Aduh gak papa lagi Ke. Gak usah
malu-malu gitu. Artinya Ayah Keke sayang sama Keke. Ya akan Pak!” tanya suster
itu dan Ayah hanya terdiam tanpa bicara.
Kemudian kami mulai kembali ke dalam
mobil. Tidak ada canda apapun didalam mobil seperti biasanya. Ayah terlihat
berbeda dari biasanya. Karena rasa penasaran Ayah hanya diam saja, Aku pun
mulai bertanya.
”Ayah, apa sih kata Prof.Lukman
tentang penyakit Keke!” tanyaku dan Ayah hanya tersenyum kecil dan berkata,
”Keke hanya sakit flu biasa. Tidak
ada yang perlu ditakutkan. Minum obat nanti juga sembuh, Keke tahan dulu ya..
!!” jelas ayah.
Apakah ini sebuah pernyataan yang
sesungguhnya. Aku mulai merasa ada yang tidak benar. Namun Aku tidak ingin
berpikir apapun, karena sesungguhnya aku lebih tahu apa yang terjadi dalam
tubuh ku. Rasa sakit pada hidungku mulai terasa menghambat pernafasanku. Namun
Aku hanya bisa bertahan untuk tidak membuat diriku seolah sakit. Aku ingin
buktikan kalau apa yang Ayah katakan adalah benar.
Setelah tiba dirumah, Ayah
menyuruhku untuk masuk ke kamar dan beristirahat. Kemudian Ayah juga masuk ke
kamarnya untuk beristirahat. Aku hanya berpikir untuk tidur dan beristirahat
agar cepat sembuh. Tidak ada yang bisa Aku lakukan, karena Aku pun merasa lelah
terhadap perjalanan dan aktifitas hari ini.
Ayah merenung di kamarnya sambil
menangis, entah sudah berapa banyak air mata yang ia habiskan. Ia berdoa pada
Tuhan untuk memohon petunjuk terhadap pilihan yang harus ia lakukan padaku.
Setelah merenung sekian lama Ayah membuat keputusan untuk memberitahukan Ibu,
mereka jarang sekali berbicara dan untuk sekali ini akhirnya mereka bicara. Mendengar
berita Aku terkena kanker, ibu panik dan segera menuju rumahku malam itu juga.
Keluarga kami terlihat berkumpul
bersama tanpa Aku ketahui. Mereka bicara lengkap dengan kedua kakakku. Namun
hanya Aku seorang yang tetap di kamarku, tidak ada pilihan apapun dalam situasi
yang cepat dan membutuhkan keputusan yang penting untuk masa depanku. Akhirnya
Ayah dan keluarga kami memutuskan untuk mencoba pengobatan altenatif dan tradisional
namun mereka juga mencoba untuk mencari informasi rumah sakit lain.
[3]
IBU,
KAKAK ITU WAJAHNYA KENAPA?
Menunggu waktu dimana kanker itu
mulai berkembang, terjadi perubahan besar dalam wajahku. Aku mulai kehilangan
rasa peka dan penciuman, wajahku semakin tak beraturan. Kanker itu mulai
membesar seukuran bola tenis. Dan mata sebelah kiriku mulai tak bisa melihat.
Kulit tipis yang berada di garis mataku mulai tertarik. Aku tak mengerti apa
yang terjadi, namun Aku berusaha untuk tegar.
Sobat, tahukah bagaimana perasaanku
ketika semua orang mulai melihatku dengan aneh? Ya.
Semua mulai berpikir dengan apa yang terjadi. Aku hanya bisa terdiam tanpa
menjawab. Mungkin sahabatku ingin bertanya dengan ku apa yang terjadi. Namun
mereka merasa sungkan. Mereka berusaha menerima keadaanku tanpa pernah
mengeluh, mereka selalu ada disisiku. Itulah yang membuat Aku menjadi kuat
dalam menjalankan aktifitasku. Aku bersekolah seperti biasa. Dan tanpa malu Aku
masih bisa bercanda dengan sahabatku. Walau Aku hanya ada di kelas setiap jam istirahat.
Hal yang membuatku sedikit takut adalah ketika menghadapi
Andi, kekasihku. Apa yang harus Aku lakukan dengan keadaan seperti ini. Aku mencoba
menghindar darinya. Mungkin dia tahu apa yang terjadi padaku, namun karena Aku
tidak sanggup untuk bertemu dengannya, dia memaklumi. Dan akhirnya kami tidak
bertemu untuk beberapa saat. Walau terkadang dia sering menatapku secara
sembunyi.
Karena bosan dikelas. Aku pun memutuskan untuk pergi ke
kantin. Ayah mengingatkan Aku untuk tidak makan secara sembarangan. Makanan telah
disiapkan sejak dari rumah. Namun Aku tidak sanggup untuk hanya menikmati
sebuah hidangan bubur tanpa sedikitpun rasa. Asisten ayah yang menjagaku selalu
mengawasi setiap gerakku. Aku mengerti apa yang Ayah lakukan untuk kebaikanku.
Sobat, tahukah hatiku ketika suatu
ketika seorang anak kecil melihat wajahku dan berkata pada ibunya, ”Ibu wajah
kakak itu kenapa, kok seram sekali ya!?”
Aku hanya terdiam dan mulai sadar
apakah semua orang yang melihatku bertanya hal yang sama? Apakah selama ini
mereka diam namun sesungguhnya ingin tau apa yang terjadi. Aku merasa sedih dan
hatiku terasa bagaikan teriris sebuah pisau tajam. Namun Aku berusaha tegar.
Aku berlari menuju toilet. Disana Aku menangis dan Aku mengurung diriku. Aku
sedih dengan apa yang terjadi! Aku sungguh merasa malu dengan semua ini. Apa yang
terjadi padaku, siapa yang bisa memberikan sebuah jawaban. Setelah merasa
tenang. Aku masih melihat anak kecil itu bersama ibunya, dan kudekati sang Ibu
lalu Aku mulai berusaha berbicara.
”Anak ibu lucu ya..”, pujiku dan Ibu
itu mulai tersenyum dari wajah dinginnya.
”Wajah kamu kenapa nak? Maaf
sebelumnya..!” tanya Ibu itu.
”Saya pun tidak tahu dengan apa yang
terjadi. Saya belum mendapatkan jawaban dari Ayah!”
”Apakah kamu terserang tumor..!”
”Tumor...!!”
Kata-kata itu mulai menghiasi
hatiku, dan Aku mulai mengingat akan penyakit ini, penyakit yang pernah
diberikan dalam pelajaran biologi. Aku terserang tumor. Dan itu benar, Aku
terserang tumor. Tumor adalah penyakit pembengkakkan pada wajah dan aku adalah
salah satu dari orang yang terjangkit penyakit tersebut.
5 hari berlalu...
Di setiap hariku. Aku mulai
merasakan satu keanehan dalam wajahku, hidungku terasa mati rasa untuk
bernafas. Wajahku membengkak bahkan hidung dan mata sebelah kiriku terlihat
menghilang. Sebuah benjolan besar yang seukuran bola tenis mulai tertanam di
wajahku mulai membesar. Bahkan Aku tidak sanggup untuk melihat sendiri wajahku
di cermin.
Aku mulai bertanya dalam hatiku, ada
apa denganku? Siapakah yang bisa menjawab rasa sakitku ini? Ketika Aku mulai
menangis dan malu karena wajahku. Aku memutuskan untuk tidak sekolah. Aku
memilih mengurung diriku di kamar. Ayah memaklumi keputusanku. Hingga pada
akhirnya Aku mulai menyadari satu penyakit yang ada dalam diriku bukan hanya
tumor.
Apakah tumor ini adalah penyakitku?
Aku hanya bisa menangis dan marah
pada Tuhan. Mengapa Aku mendapatkan penyakit ini, sedangkan setiap dokter yang
Ayah bawa untukku selalu merahasiakan sesuatu hal padaku. Hingga akhirnya Aku
mulai berontak untuk bertanya dan meminta penjelasan pada Ayah akan penyakitku ini.
”Ayah, Keke mohon beritahu apa yang
terjadi. Keke sudah cukup besar untuk tahu apa yang terjadi. Jangan ada rahasia
apapun!”ujarku pada Ayah.
Dengan wajah sedih Ayah berkata
padaku. Aku memang mengalami tumor. Namun masih bisa disembuhkan dan Ayah sedang
berusaha mencari dokter yang cocok untukku agar tumor ini bisa lekas hilang
dari wajahku. Mendengar penjelasan itu, Aku mulai sedikit tenang. Aku memang
terkadang membaca dan melihat orang yang terserang penyakit tumor. Dan mereka
bisa disembuhkan dan satu satunya cara adalah operasi. Dan yang Ayah inginkan adalah
mencoba mencari pengobatan lain yang tidak memerlukan operasi. Dan hal itu
mulai bisa kumengerti.
Sobat, tahukah kamu apa yang
kulakukan? Hampir semua informasi keberadaan orang
pintar atau pengobatan tradisional kutemuin. Namun entah apa yang terjadi
ketika Aku sampai ditempat itu, mereka hanya menyuruhku duduk kemudian kembali
ke mobil dan kami pulang tanpa hasil. Seluruh pulau Jawa, Sumatra dan Bali
telah kami lalui hanya untuk mencari pengobatan yang terbaik. Tidak ada hasil
apapun dan wajahku mulai tak beraturan. Aku nyaris tidak bisa melihat secara
normal. Bernafas pun Aku terasa sesak. Tidurpun tidak terasa nyaman. Rasa sakit
yang menusuk dan emosi seolah meledak-ledak mengutuk semua ini.
Tuhan, cobaan apa yang kau berikan
padaku?
Dua bulan berlalu sejak pencarian
pengobatan tradisional yang kulalui. Tiba akhirnya di pencarian terakhir yang
bisa kami lakukan. Sebuah informasi seorang Haji yang dapat melenyapkan segala
penyakit kami datangin. Letaknya di sebuah Pesantren di Sukabumi. Perjalanan
ini terasa melelahkan, entah harus kutahan berapa lama lagi rasa sakit ini,
hingga akhirnya kami tiba ditempat itu sore menjelang Magrib.
Antrian panjang yang melelahkan hanya untuk bertemu
pemilik pesantren itu dilalui Ayah, dan Aku hanya menunggu di mobil. Membaca komik
dan tertidur hingga tak kusadari apa yang terjadi. Akhirnya, Ayah mendapatkan
giliran setelah mengantri satu jam lamanya. Namun sepertinya jam prakter Pak
Haji tersebut telah berakhir. Pak Haji itu sempat menolak ayahku karena
kelelahan. Namun setelah memohon dengan berbagai cara, hati Pak Haji itu lunak.
Dan dengan kebaikan hatinya beliau malah bersedia menemuiku langsung di mobil
tempat Ayah memarkir.
Aku terbangun oleh panggilan suara Ayah. Kulihat Pak Haji
itu memandangku secara tersentak kaget lalu berkata,
”Astaga Pak, anak Bapak ini bukan kena tumor, tapi
kanker. Saya tidak bisa kalau sudah sampai kanker. Harusnya Bapak bawa ke
ahlinya..!” teriak Pak Haji itu.
Sobat, tahukah kamu bertapa Aku terkejut
dengan kata kata Pak Haji itu? Ayah yang melihat Pak Haji
bicara secara terbuka padaku segera mengajak Pak Haji untuk masuk ke rumahnya.
Dan Aku hanya terdiam dan bertanya dalam hatiku.
”Ya.. Tuhan.. Aku bukan terserang Tumor. Tapi, kanker.
Mengapa Aku mengalami nasib seperti ini?” teriak batinku.
Air mataku mengalir dan rasa sedih mendalam merasuki
seluruh ragaku. Selama ini Aku bukanlah terserang tumor. Namun Kanker. Hal yang
kutahu akan penyakit ini! Penyakit mematikan! Penyakit menakutkan! Banyak hal
yang kutahu akan penyakit ini namun tak pernah kuduga Aku pun harus mengalami
duka ini.
Ayah kembali masuk ke mobil. Dia hanya memandangku dengan
perasaan sedih. Aku menangis terisak menutupi wajahku dengan jaket tanpa berkata
apapun. Ayah pun seolah mengerti dan dia hanya diam sepanjang perjalanan. Walau
mencoba untuk mengajakku bicara atau pun sekedar mengudang tawaku. Namun tidak
berhasil! Bukan itu yang kumau Ayah?
Bukan
itu. Yang kumau adalah sebuah jawaban mengapa selama ini tidak Ayah jujur akan
penyakitku ini!!.
Setiba di rumah Aku mengurung diriku, bahkan tidak ada
seorangpun yang boleh mengangguku. Aku menangis, marah, kecewa dan benci
terhadap semua ini, rasanya Aku ingin mati. Aku ingin tidak ada didunia ini
lagi. Lenyapkan Aku dari semuanya? Aku ingin tidak ada yang melihatku. Terkunci
dan tidak ada satu orang pun yang bisa membujukku untuk keluar dari kamarku.
Melihat keadaanku yang tidak stabil dan tidak ingin makan
obat ataupun yang bisa membuat Aku bertambah buruk. Ayah mengundang satu orang yang
tak kuduga, bahkan nyaris terlupa olehku.
Andi..
Dia
datang padaku. Bahkan Aku tak percaya. Dia datang dengan membawa segelas air
putih dan obat-obat yang harus kumakan.
Sejujurnya
Aku malu bertemu dengannya. Hal yang kulakukan ketika melihatnya di sekolah
adalah berlari. Namun saat ini dia datang padaku dengan senyum dan berkata,
”Keke. Aku tahu kamu marah terhadap keadaan! Tapi menyiksa
diri seperti ini bukanlah Keke yang sesungguhnya! Keke yang sesungguhnya adalah
orang yang ku cintai dan tabah. Keke yang ku cintai adalah putri yang selalu
tersenyum dan riang dalam keadaan apapun!” ungkapnya.
Kata-kata itu meluluhkan hatiku. Aku tidak lagi menangis.
Aku sadar hanya melakukan satu kebodohan yang membuat orang disekitarku merasa cemas.
Tidak!! Aku harus kuat dan Aku harus bisa berjuang. Mereka semua menungguhku
untuk kembali sehat. Aku adalah Keke yang kuat dan selalu berjuang dalam
keadaan apapun. Sejak hari itu Aku mulai kembali menjadi diriku. Tidak ada lagi
air mata yang harus kusimpan. Namun ku tanam untuk hari kebahagiaan.
[4]
MALAIKAT
ITU APAKAH KAU TUHAN?
Ayah sungguh luar biasa, tidak ada kata pantang menyerah
darinya untuk menyelamatkan hidupku. Suatu berita tentang kehebatan seorang Profesor
yang sudah berpengalaman 20 tahun menghadapi kanker terdengar oleh Ayah. Dan
Ayah pun berhasil menemukan Profesor yang bernama Prof. Hata. Atau Pak Hata.
Di hari pertama berkunjung ke tempat prakteknya, Pak Hata
hanya menyarankan Ayah untuk membawaku padanya. Dan mereka pun berjanji di sebuah
rumah sakit tempat Pak Hata akan praktek. Menyadari keadaanku yang tidak
membaik. Akhirnya Ayah benar-benar membawaku padanya.
Pak Hata terlihat ramah pada jumpa pertamaku. Sobat,
tahukah apa yang terjadi ketika Aku bertemu dengannya? Hatiku terasa
senang. Orangnya hangat dan baik. Beliau meminta izin padaku untuk mengambil fotoku,
dan Aku tidak keberatan untuk itu. Setelah itu proses ulang hal yang sama
ketika Aku melakukan pemeriksaan terjadi. Kali ini hal yang lebih buruk terjadi.
Pak Hata sempat tak percaya dengan apa yang terjadi padaku.
Dua puluh tahun ia meniliti dan mengobati kanker di
Indonesia, namun kasusku ini adalah pertama dalam hidupnya bahkan di Indonesia.
Tentunya hal itu tidak ia katakan padaku. Hal yang sama pun terjadi. Ketika Pak
Hata memintaku untuk menunggu diluar sedangkan ia harus bicara dengan Ayah
secara tertutup. Dan Aku menyadari bahwa ini adalah hal yang ingin mereka
tutupin dari ku walau hasilnya tetap sama Aku adalah penderita kanker.
Di dalam ruangan praktek Pak Hata, terjadi pembicaran
antara Ayah dan Pak Hata. Hal yang sama telah dijelaskan akan penyakitku. Namun
yang membuat heran Pak Hata. Mengapa Aku sanggup bertahan selama dua bulan lamanya,
sebab virus kanker ini selayaknya dalam lima hari telah dapat membunuh pasien.
Namun untukku entah sudah berapa banyak kanker ini berkembang. Tahukah sobat?
Besarnya kanker di wajahku sudah sebesar buah Kelapa. Bahkan untuk mengimbangi
kepalaku terasa berat sekali.
”Hal yang terjadi pada putri Anda sungguh luar biasa.
Bagaimana bisa Keke bisa bertahan bahkan Anda bilang sempat berkeliling mencari
pengobatan hingga seluruh daerah!” jelas Pak Hata.
”Jadi, Dokter apa yang harus saya lakukan!” tanya Ayah.
”Pak, prosedurnya tetap sama. Operasi ini mengharuskan putri
Anda kehilangan wajah yang telah bersarang kanker. Harus diangkat! Agar tidak terjadi
perluasan dibagian lain!” jelas Pak Hata.
”Saya mohon Dok. Adakah cara lain untuk putri saya!!
Sebab dia adalah putri satu-satunya yang saya miliki. Saya tidak sanggup
melihat dia dalam menatap masa depan tanpa wajah yang sempurna! Ujar ayah menangis.
”Saya mengerti Pak. Saya mengerti! Tapi walau pun ada
cara lain saya tidak yakin ini bisa berhasil!”
”Apapun caranya selain operasi saya rela Pak. Saya tidak
ingin hal yang buruk dari akibat semua ini adalah masa depan putri saya sebagai
taruhan!!” jelas Ayah.
Pak Hata hanya diam sejenak dan kemudian mulai bicara
pilihan lain.
”Kemotrapi.. mungkin cara ini bisa membuat Keke sembuh,
namun saya tidak menjamin sama sekali. Saya akan berusaha!”
”Apa itu kemotrapi..?” tanya Ayah.
”Kemotrapi sejenis pemberian obat
obat tertentu yang bisa membunuh pertumbuhan kanker. Dan ini adalah obat keras.
Pada kasus putri Anda karena masih terlalu kecil, saya hanya takut adanya
penolakan. !”
”Bagaimanapun cara ini bisa kita coba..?” tanya Ayah.
”Mungkin. Tapi tahapnya sekitar 6
kali. Semoga dalam 3 kali kemotrapi keadan mulai berhasil. Dan rasa sakit bila
obat mulai bereaksi saya harap putri Anda bisa bisa bertahan!”
”Saya percaya Keke sanggup. Saya tahu, dia anak yang kuat
! Dia pasti bisa!!”
Pilihan yang telah disepakatin dan Aku hanya menerima.
Aku tahu Ayah adalah orang yang bijaksana, keyakinan besar itu membuat Aku semangat
dalam menjalani proses tersebut. Kemotrapi itu dijalankan selama 6 kali dan Aku
harus dirawat di rumah sakit dalam bebarapa hari. Ini adalah pengalaman Aku
pertama menginap di sebuah rumah sakit.
Namun
Aku bahagia, disaat seperti ini, seluruh teman-temanku datang. Mereka datang
untuk membuatku gembira dan kuat. Aku tidak lagi kesepian seperti ketika Aku
harus berkeliling untuk mencari pengobatan altenatif. Seluruh teman yang
kucintai datang memberikan semangat luar biasa dalam diriku.
Sobat, tahukah bagaimana Aku menghadapi
kemotrapi itu? Aku merasa bagaikan makluk asing yang tiba di
bumi. Di tempatkan disebuah ruangan kosong, dan seluruh suster hanya terlihat
matanya, mereka menggunakan jas putih, mereka terlihat sibuk merakit obat-obat
kimia yang akan dimasukan dalam tubuhku.
Dan kemotrapi itu dilakukan dengan suntikan pada lengan
tanganku. Ketika jarum itu menyentuh tubuhku. Aku tertidur dan dalam mimpiku
Aku bertemu dengan seorang Malaikat yang bermain denganku. Malaikat itu sungguh
hangat dan membuatku nyaman. Kami bermain disebuah taman dan dia memberikan Aku
sebuah bunga melati yang cantik. Dan setelah itu ia menghilang dan Aku
terbangun. Kemotrapi pertama itu telah selesai dilakukan.
Reaksi kemotrapi itu membuat sehelai rambutku mulai
berguguran. Dan hingga akhirnya nyaris diseluruh tubuhku tidak terdapat bulu
halus. Aku menjadi botak tanpa sehelai rambut apapun. Reaksi obat ini sangat
keras bahkan membakar jaringan lunak yang membuat diriku seolah bayi lahir dan tanpa
helai rambut dimana pun.
Selain itu, Aku juga merasakan rasa dingin yang luar
biasa ketika obat itu mulai bereaksi. Mungkin istilah yang tepat setelah itu
Aku bagaikan terkurung dalam ruang kulkas dan merasakan kedinginan luar biasa
padaku, Aku memohon untuk mematikan pedingin yang ada disekitarku. Pak Hata mengatakan
ini hanya reaksi dari obat itu. Rasanya bagaikan di sebuah kutub Utara. Dan Aku
harus bertahan untuk beberapa jam. Sobat, itu lah hal yang membuatku tak kuasa.
Namun berkat orang-orang yang Aku cintai, rasa dingin itu seolah menjadi
hangat. Mereka selalu ada disampingku. Mereka selalu memberikan karunia seperti
malaikat yang datang dalam mimpiku.
4 hari berlalu..
Aku menjalani enam kali kemotrapi dan hasilnya sungguh
sulit dipercaya. Bagian dari wajahku yang terserang kanker mulai mengecil.
Dansetelah itu wajahku kembali menjadi normal. Aku bersuka cita atas apa yang terjadi,
bahkan Pak Hata terlihat seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. Satu kata
yang ia ungkapkan adalah..
”Ini mukjizat Tuhan Keke, Tuhan sayang pada Keke!!”
Dan Aku percaya itu adalah kebenaran. Namun untuk memastikan
kanker itu benar-benar lenyap. Pak Hata memutuskan untuk melakukan operasi
kecil untuk mengangkat sedikit contoh kulitku. Dengan pemeriksaan labotarium.
Mungkin kepastian akan penyakit itu lenyap, dapat dipastikan. Dan setelah hasil
tes itu keluar. Aku sungguh dinyatakan telah sembuh dan bebas dari kanker. Suka
cita besar keluarga, sahabat dan saudaraku berbondong-bondong hadir dan
mengucapkan selamat atas kesembuhanku. Mereka melihat ini sebagai rencana Tuhan
untukku. Aku pun hanya bisa berkata satu hal pada Tuhan.
”Tuhan.. Malaikat itu apakah engkau..!!”
Kemudian setelah penyataan kesembuhan Aku. Pak Hata
menyarankan Aku untuk melakukan pelaseran untuk menghapus dan membuat kanker
itu tidak kembali bersarang. Percayakah kamu sahabat. Aku nyaris sekali akrab dengan
seluruh suster dan pengurus rumah sakit karena 30 hari lamanya Aku selalu
datang untuk melakukan pelaseran dan setelah itu Aku dapat kembali hidup normal
menjadi diriku.
Menyambut kebebasan ku. Ayah melakukan selamatan
dirumahku. Seluruh keluarga besar Aku dan sahabat terbaik datang padaku. Tak
lupa Pak Hata hadir dalam acara tersebut. Pak Hata mengatakan satu hal yang membuatnya
bangga. Ini adalah keberhasilan luar biasa dalam ilmu kedokteran Indonesia.
Bahkan kasusku dijadikan sebuah seminar, yang dihadirin oleh dokter-dokter dari
Amerika, Kanada dan Jepang serta beberapa negara maju untuk belajar dari
kasusku.
Apakah itu membuatku bahagia? Sobat, Aku tidak ingin ada
lagi hal yang sama terjadi di dunia ini. Cukup hanya Aku yang merasakan hal
ini. Aku bahagia karena bisa kembali dari sebuah cobaan berat. Walau keadaan
telah berbeda namun hal itu tidak akan membuat Aku lupa akan kejadian masa lalu.
[5]
HARI
INDAH ITU TELAH DATANG
Hari indah dan harapan yang Aku nanti akhirnya telah datang.
Doaku selama ini telah didengarkan oleh Tuhan. Kesabaran dan keihklasan Aku menerima
semua cobaan ini telah terbayar dengan kesembuhan. Kini, Aku bisa melakukan
apapun untuk hidupku yang telah hilang. Aku ingin membalas segala rasa sedih
yang kualami dengan keceriaan.
Kebahagian yang tak ternilai dengan
apapun adalah kesembuhanku. Teman-temanku bersuka cita memberikan ucapan
selamat. Senyuman tiada ada habisnya. Sobat, hari ini Aku melihat cermin di
kamarku, kupandangi wajahku, entah mengapa air mata mengalir dalam pipiku, Aku
berharap semua ini bukan mimpi. Dan semua ini nyata dalam menyertai hidupku.
Ayah pernah berkata padaku untuk selalu ingat satu hal
dalam hidup adalah Sejarah. Belajarlah dari sebuah sejarah untuk melihat masa
depan. Sejarah akan membuat kamu menjadi lebih dewasa dan lebih kuat dari apapun
dan kini kuyakinin itu semua adalah benar.
Aku mulai kembali sekolah, mulai kembali untuk belajar.
Mulai kembali untuk berkumpul bersama teman-temanku. Mulai kembali bersama bagian
masa laluku yang telah hilang. Hal pertama yang kulakukan ketika Aku kembali ke
bangku sekolahku. Kuletakkan tanganku dan kusentuh dengan jariku. Rasa meja
coklat ini nyaris telah kulupakan. Sahabatku hanya tersenyum padaku dan
berkata,
”Welcome back, Keke!!”
Pulang dari sekolah kami pun meluncur ke Mall. Kami mulai
kembali seperti semula. Kehilangan mahkota rambutku tidak membuat Aku malu, Aku
mulai berjanji pada diriku untuk tidak malu akan masa lalu. Ayah menyarankan
Aku mengunakan wig atau rambut palsu. Pada awalnya Aku menerima, namun Aku
mulai merasa ada yang aneh, tidak nyaman. Seperti mengunakan sebuah helm di
atas kepala. Lalu kuputusakan meminjam topi dari kakakku, dan ternyata dengan
begini penampilanku lebih terlihat macho.
Kami sempat berfoto ria untuk merayakan kebahagian kami.
Dan sepulang dari Mall, Ayah memberikan sebuah kado istemewa untuk gank kami.
Ayah akan mengajak kami berjalan-jalan di villa kami di dekat puncak. Dan semua
teman-temanku dapat berpesta bersama untuk itu. Hatiku bahagia, kami mulai
membayangkan keindahan dan kesenangan kami. Kami mengadakan barbeque di halaman
vila kami. Tentu saja Aku mengundang orang yang telah memberikan sebuah
kenyamanan dalam hidupku. Andi.
Andi telah berjasa membesarkan hatiku untuk tabah dan
kuat dalam menghadapi kanker. Di malam itu, kubuatkan sebuah ikan bakar menu khasku.
Entah apa dia menyukai. Walau terlihat gosong, tapi dia memakannya. Dan
mengucapkan satu kata yang membuat Aku bahagia..
”Keke, terima kasih ya. Aku sayang kamu..!!” ujarnya.
Kata-kata itu seolah membuatku terasa bagaikan dalam
sebuah dongeng putri kerajaan. Aku berdoa semoga hari ini dan selamanya
kata-kata itu selalu ada untukku. Sobat, malam itu kami merenung bersama di
bawah bulan dan bintang. Dan kami berbincang dan bercengkrama akan satu perjanjian
untuk kami.
”Kami ingin bersama dan suka dan duka. Kami ingin
berkumpul hingga salah satu kami menjadi dewasa. Dan memiliki anak dan cucu,
kami ingin selamanya saling mengenal dan bersama sama hingga kami menjadi kakek
dan nenek.”
Apakah itu mimpi yang mustahil? Apakah itu mimpi sejati
yang boleh kamu mimpikan?
4 bulan berlalu..
Suatu ketika Aku melihat salah satu dari kami mulai
berkurang. Salah satu temanku mulai jarang berkumpul dengan kami. Dan kami
merasa cemas akan itu. Fahda, salah satu sohib akrab kami. Ia kini mulai jarang
berkumpul dengan kami. Kami pun mulai mencari apa yang terjadi dengan Fahda.
Dan sesuai perjanjian dalam genk kami untuk berkumpul di rumahku setiap pulang sekolah.
Atas bujukan dan informasi, Fahda akhirnya muncul di
dalam rumahku. Dia menangis pilu karena mengalami masalah dalam kehidupan pribadinya.
Aku yang mendengarkan semua keluh kesahnya, bertanya dalam hati? Apakah
kebahagian yang keluargaku dapatkan masih lebih baik dari apa yang bisa kurasa
dan kudengarkan.
Fahda masih beruntung memiliki keluarga yang utuh dan
bahagia. Hanya karena merasa apa yang ia inginkan dilarang oleh kedua orang
tuanya. Fahda marah dan memutuskan untuk melakukan embargo terhadap ibunya. Sosok
ibu dalam hidupku nyaris telah hilang ketika perceraian dengan ayahku. Ibu
telah memiliki keluarganya yang baru. Pada awalnya Aku marah dengan semua ini.
Aku marah dengan perpisahan. Aku marah karena tidak ada kata ibu dalam hidupku.
Tapi bisakah Aku marah akan keputusan orang lain?
Ibu mungkin memiliki pandangan dan keputusan terbaik
dalam menghadapi perceraian dengan ayahku. Ketika Aku dihadapkan untuk memilih
untuk ikut dengan siapa? Suatu keputusan yang berat. Aku ingin ikut dengan
kedua orang tuaku. Namun satu keputusan yang sulit membuatku merasa sedih.
Mereka telah bercerai dan tidak mungkin bersama.
Ibu maafkan mengapa kupilih Ayah dalam hidupku? Bukan
karena Aku membenci dan marah padamu? Namun satu hal dalam hidupku yang membuat
Aku menjadi dewasa. Perpisahan adalah hal yang tidak diinginkan oleh siapapun!
Termasuk oleh kau Ibu. Namun oleh siapa perpisahan itu terjadi! Adalah pilihan
dimana Aku merasa dewasa. Aku tidak ingin
merepotkan
Ibu dalam hidup ibu. Ibu memiliki kebahagian lain dalam hidup Ibu, dan biarkan
Aku membagi kasih dengan Ayah. Menutupi kebahagian yang telah hilang dalam
hidup Ayah.
Hanya satu kata yang bisa kusampaikan untuk sahabatku
Fahda. Terkadang kita hanya akan menjadi anak kecil dalam mata orang tua kita. Namun
percayalah keputusan apapun yang mereka berikan untuk kita. Itu adalah hal yang
terbaik dari apapun. Karena mereka sebagai orang tua telah menentukan jalan dan
arah dimana kita akan menjadi hidup lebih baik. Tanpa mereka kita bukanlah
apa-apa di dunia ini.
[6]
UJIAN
TENGAH SEMESTER TELAH TIBA.
Pak Syamsuri, Wali kelas kami. Telah memberitahukan
persiapan kami untuk menghadapi ujian pertengahan semester, kelas kami
diharapkan untuk dapat menjadi yang terbaik. Memang selama beberapa angkatan
kelas kami selalu menjadi jawara diantara kelas lainnya. Kami masih memiliki
beberapa bulan untuk menghadapi ujian tersebut.
Teman-temanku mulai sibuk menyiapkan belajar kelompok dirumahku,
kami telah berjanji selain bukan hanya untuk kumpul-kumpul bergosip tapi kami
akan belajar bersama, agar target kami mendapatkan sekolah menengah umum di
kelas yang sama dan tidak terpisahkan dapat terjadi. Sebab bila ada saja satu
diantara kami mendapatkan nilai kurang, maka kami akan terpisah. Kami tidak
ingin hal itu terjadi.
Sobat, ketika kami mulai sering belajar berkelompok.
Kepalaku sering merasakan sakit sebelah kanan. Aku tidak berpikir itu adalah
hal yang serius, dan hanya kudiamkan untuk sesaat dan berharap agar lekas
sembuh. Namun hari demi hari sakit itu semakin menjadi parah. Mata sebelah
kananku terasa sakit. Bahkan untuk melihatpun Aku mulai merasakan sakit. Aku
mulai mengeluh pada ayah. Dan ayah mulai waspada, beliau takut sesuatu kembali terjadi
padaku.
Tanpa pikir panjang, Ayah segera membawaku ke Pak Hata.
Orang yang telah menyelamatkanku dari kanker. Beliau cukup terkejut dengan kedatanganku.
Setelah Aku menyapanya, dan kami berbicara akan keluhan pada mataku. Beliau
mulai melakukan pemeriksaan melalui tahap yang sama ketika Aku mulai mengeluh
ada yang aneh dengan pernafasanku di kala menjelang vonis kanker.
Aku mulai takut akan masa lalu itu terulang! Aku berdoa
sepanjang pemeriksaan tidak terjadi apa-apa dengan diriku. Hasil ronsen itu
berhasil dipetakan dalam copy scenen. Pak Hata sempat memintaku dan Ayah untuk memberikan
waktu beberapa saat dia meneliti hasilnya. Dan Aku pun bersama Ayah pergi ke
kantin di rumah sakit untuk mengisi perut kami yang lapar.
Dikala Aku dan Ayah sedang menikmati soto ayam. Ayah
mendapatkan telepon dari Pak Hata, untuk menemuinya. Ayah mulai curiga sesuatu
terjadi padaku. Dengan santai ayah berkata padaku.
”Keke, Ayah ada urusan bentar ya mau ke ruangan Pak Hata.
Kamu makan sendiri saja, nanti Ayah kalau sudah selesai! Kembali lagi. Keke
jangan kemana-mana, ok!” perintah Ayah.
Aku hanya terdiam dan melihat Ayah berjalan dengan cepat
menuju ruangan Pak Hata. Dalam hatiku kecilku berkata,
”Sesuatu terjadi padaku. Dan Aku dapat merasakan sesuatu
terjadi”
Setiba di ruangan Pak Hata. Ayah dipersilakan duduk untuk
mendengarkan penjelasan dari Pak Hata, tentang hasil copy scenen dan dianogsanya.
”Pak Jody. Mohon maaf sebelumnya bila lama”
”Ok gak papa Pak. Tadi lagi makan
sama Keke, dikantin. Ada apa yang dengan Keke? Gimana dengan hasil ronsennya?”
Prof. Hata terdiam sejenak kemudian mengajak Ayah untuk memperhatikan
hasil ronsen dari kepalaku.
”Pak Jody. Sesungguhnya hal ini sulit dipercaya. Namun,
kanker yang pernah ada di bagian hidung Keke. Kini telah kembali dan berpindah
dan bersarang di bagian mata pelipis kanan Keke.!!”
“Astaga, bagaimana bisa Prof???? Dulu dikatakan telah
lenyap?!” Ayah nampak terkejut.
“Pak Jody, mohon Bapak tenangkan diri Bapak. Hal seperti
ini sulit untuk dijelaskan secara ilmu kedokteran. Inilah kanker, hingga saat
ini tidak ada ilmu kedokteran yang bisa mencegah munculnya kanker pada
manusia!”
”Saya tidak tahu harus bilang apa terhadap Keke. Mungkin
dia akan shock mendengar hal ini!” kata Ayah.
”Pak. Saya percaya Keke anak yang kuat dalam menghadapi
masalah ini. Jadi Bapak tidak perlu mencemaskan. Walau dia masih berusia 14
tahun namun dia itu sungguh luar biasa!”ujar Prof. Hata.
”Saya masih sulit percaya ini Pak. Namun saya pasrahkan
pada Tuhan. Lalu tindakan apa yang harus kita lakukan sekarang?”
”Kanker ini masih sama berjenis Rabdomiosarkoma,
berkembang secara cepat dalam lima hari. Namun saya hanya takut sebuah penyakit
yang telah tumbuh secara dua kali akan memiliki daya tahan yang lebih baik dari
sebelumnya?”
”Maksud Prof..?” tanya Ayah.
”Kita coba lakukan hal yang sama
ketika dulu dengan kemotrapi. Namun semoga ini berhasil!!” persimis dari Prof.
Hata.
Rasa bosan menunggu Ayah telalu lama. Aku mulai mencoba
mencari Ayah. Dari apa yang aku dengarkan dari percakapan, aku bisa menebak dimana
Ayah sekarang. Aku mulai menuju ruangan Pak Hata. Ketika aku mulai tiba di
depan pintu yang membukaku menuju ruangan Pak Hata. Aku mulai mendengarkan
percakapan yang terjadi didalam. Langkah kakiku tertahan ketika mendengarkan
pembicaraan Ayah dan dan Pak Hata.
Aku mulai mendengarkan suara Ayah yang sedang menangis.
Dan Pak Hata yang mencoba untuk menenangkan Ayah. Dan satu kata yang kudengar dari
Ayah secara keras terdengar.
”Ya Tuhan kenapa harus Keke yang menerima semua ini, dia
masih terlalu kecil untuk menghadapi cobaan KANKER, untuk kedua
kalinya!”
KANKER.....
Satu kata yang Aku takutkan itu terdengar jelas di
hadapanku dan Aku merasa tubuh ini terasa dingin. Nafasku terasa berat, kakiku
terasa lemas.
Aku mulai sadar apa yang terjadi sekarang. Kanker itu
telah kembali dalam hidupku. Dan dia tidak pergi dalam hidupku. Tuhan, cobaan
apalagi ini?
[7]
TUHAN,
BOLEHKAH RAMBUTKU TETAP ADA?
Aku
berusaha berlari kembali ke kantin dimana Ayah melarangku untuk pergi
kemanapun. Aku hanya duduk terdiam dan lemas. Aku tahu mungkin Ayah tidak akan
berkata jujur tentang kanker ini dan Aku sadar apa yang telah terjadi pada
bagian hidupku yang menakutkan akan kembali. Aku menangis dan mengusap air
mataku dengan tisue. Dan merenung hingga Ayah datang padaku.
Beberapa saat kemudian.
Ayah mulai kembali padaku. Dia berusaha berpikiran jernih
dan tidak terjadi apa-apa. Aku hanya menatap matanya dengan harapan. Apa yang
Aku dengarkan itu hanya bohong. Ayah duduk dan terdiam menatapku. Dia seperti
curiga dengan mataku yang basah.
”Keke.. Kamu nangis..?” tanya Ayah.
”Gak kok.. Cuma mata Keke perih,
jadi berair..!”
”Oh..Ok.. Gimana sudah kenyang. Bisa
kita pulang..!!” ajak Ayah.
”Oh.. Ya.. Aku sudah kenyang. Ayah,
apa kata Pak Hata!!” Aku terdiam.
”Oh...kata Pak Hata..!!” Ayah ikut
terdiam. Aku menunggu jawaban sesungguhnya dari Ayah..
”Keke.. Ayah tidak mungkin bohong kepada Keke. Keke sudah
besar untuk mendapatkan apa yang harusnya Keke ketahui.. maafkan Ayah Keke.. Kanker..
” ujar Ayah terhenti dan Aku mulai menarik nafasku berusaha tegar..
”Kanker rhabdomyosarcoma itu.. tumbuh lagi dan berpindah
ke bagian mata Keke sebelah kanan..!” ujar Ayah terlihat tegang untuk
mengatakan padaku dan Aku hanya berusaha ikut tenang..
”Tapi..tapi.. Keke tidak perlu takut..!” ujar Ayah.
”Ayah dan Pak Hata sudah rembukin pengobatan yang
terbaik..!!”
”Keke hanya butuh bersabar dan Ayah
janji tidak akan... Tidak akan lama..!” ujar Ayah terlihat panik..
”Keke, jangan takut.. Pak Hata
bilang semua akan baik-baik saja.. !!”
Dan Aku mulai mendengarkan semua
perkataan Ayah. Hingga akhirnya Aku sadar ini adalah nyata. Kanker itu telah kembali.
Dan satu hal yang kini terpikirkan olehku adalah...berusaha tegar dan menerima.
”Ayah...!” ujarku yang membuat Ayah terdiam. “Tidak apa..
Kalau Tuhan maunya Keke menjalanin cobaan ini, Keke siap!” ujarku dengan wajah tersenyum.
Seketika Ayah menitikan air mata
dihadapanku. Dan berulang-ulang dia memelukku sambil mengucapkan kata maaf
padaku dan Aku merasakan sebuah kasih sayang dari Ayah yang luar biasa membuat
Aku menjadi tegar terhadap cobaan ini. Aku hanya bisa berkata satu hal.
”Ayah jangan meminta maaf, karena Keke telah ikhlas
menerima semua cobaan ini. Keke aja kuat. Ayah harus kuat dan kita sama sama hadapin
semua ini sebagai kasih sayang Tuhan sama Keke..!!”
Hasil ronsen dari Prof. Hata telah menemukan segumpal sel
kanker berukuran kuku jari. Dan hal yang pertama harus aku lakukan adalah melakukan
proses yang sama ketika dahulu, namun ada satu masalah dalam proses laser.
Pihak rumah sakit menolak untuk memberikan sinar laser karena aku baru saja
melakukan kurang lebih dari 5 bulan lalu, mereka takut terjadi sesuatu dalam
tubuhku. Karena sesuai prosedur dan mengingat usiaku. Harus dilakukan setelah 6
bulan kedepan.
Tapi Ayah tidak ingin mengulur waktu selama itu. Kanker
ini akan bisa merusak bagian mataku dan akhirnya Aku menjadi buta. Dengan
berbagai perjuangan untuk menyakinkan pihak rumah sakit. Akhirnya menuaikan sebuah
hasil ketika Ayah menyebutkan beberapa nama pejabat daerah. Boleh dikatakan
gertakan petinggi. Namun hal itu dirahasiakan padaku tanpa sadar Aku mendengar
percakapan Ayah.
Sesaat sebelum Aku mulai melakukan proses kemotrapi yang
bisa berlangsung lebih dari 6 kali untuk membunuh sel kanker itu. Aku kedatangan
seseorang nan jauh di kampung sana. Kakek dan Nenek. Sudah lama sejak lebaran
tahun lalu kami tidak bertemu. Ayah merahasiakan kanker pertamaku dari mereka
namun untuk kedua kalinya Ayah akhirnya bicara.
Kakek dan Nenek masuk ke dalam ruanganku dan Nenek nyaris
tidak percaya dengan apa yang terjadi padaku.
”Apa yang terjadi pada cucuku. Mengapa bisa seperti ini.
Ya Tuhan, Keke masih terlalu kecil untuk menerima semua ini!!” isak tangis
Nenek di sampingku melihat wajahku telihat membengkak dan jauh dari
kenangannya.
Air mata dan rasa iba terhadap apa yang terjadi padaku.
Membuat Akumerasa terbawa dalam kesedihan. Aku pun mulai sadar. Apa yang
terjadi padaku. Telah membuat semua orang yang berada disekitarku menjadi
sedih.
Aku tidak ingin mereka terlihat sedih. Karena itu menjadi
beban untukku. Aku ingin semua apa adanya. Seperti sedia kala ketika Aku sehat.
Aku pun mencoba menghibur Nenek dengan berkata.
”Nenek.. Keke gak papa. Jangan sedih dan nangis dong.
Keke sehat kok.. Jangan takut ya.. Keke pasti sembuh.. ”
Setidaknya kata-kataku ini dapat menghibur mereka dan
diriku, walau dalam hatiku ada rasa takut ketika harus menghadapi kemotrapi.
Setelah semua menjadi lebih tenang. Setelah semua telah siap untuk menerima keadaan.
Kini rasa takut muncul dalam hatiku. Aku ingin bicara dengan Ayah.
Ingin
berteriak rasa takutku..
”Ayah, kalau kemotrapi lagi, Keke nanti jadi gundul lagi
dong!” tanyaku pada Ayah.
”Keke.. Mengapa gundul membuat Keke takut.!” tanya Ayah.
”Ehm.. Keke gak bisa jawab tapi Keke
takut saja..!”
”Keke.. disini gak ada yang mau Keke
gundul. Ayah dan Pak Hata juga gak mau. Tapi ini Tuhan yang mau Keke. Keke jangan
takut gundul setelah sembuh rambut Keke akan tumbuh lagi kan. Walau lama tapi
itu kan ujian Tuhan agar Keke sabar toh. Di mata Tuhan, Keke mau gundul atau
tidak. Keke tetep anak yang cantik!!” jelas Ayah.
”Keke tetep anak Tuhan yang cantik, Ayah?” tanyaku
”Bukan hanya Tuhan. Keke juga cantik
bagi Ayah dengan atau tanpa rambut”
”Terima kasih, Ayah!! Sekarang Keke siap hadapin
kemotrapi itu!”
”Ayo berjuang, kamu bisa Keke!!”
”Iya Keke bisa!!”
Kata-kata Ayah setidaknya membuat
Aku lebih kuat dari sebelumnya. Di mata Tuhan. Manusia hanya lah cantik dalam
hatinya, bukan dari rupanya. Kecantikan itu tidak abadi. Pada akhirnya kita
tidak akan meninggalkan apapun ketika kita menghadap padanya. Aku belajar satu
hal dalam semua ini hingga Aku menjadi kuat dalam menghadapi cobaanya.
Aku mulai tertidur ketika proses kemotrapi itu
berlangsung. Wajahku telah membengkak. Bahkan Aku tidak bisa melihat dengan
jelas disebelah kanan. Aku telah pasrahkan semuanya pada Tuhan. Berharap
setelah proses ini semua kembali seperti semula.
Ketika jarum itu mulai menusuk bagian lengan kananku.
Walah Aku dalam keadaan terbius. Namun bisa kurasakan dengan keras dingin yang
luar biasa dan membuat tubuhku berguncang menahan rasa itu.
Tanganku bergemetar. Tubuhku bergerak tak kuasa menahan
rasa dingin itu. Rasa dingin itu terbawa hingga Aku tersadar kemudian. Hal pertama
yang Aku lakukan ketika Aku tersadar adalah mengatakan rasa dingin itu. Aku
seperti berada di dalam daerah kutub utara. Tubuhku terus mengigil dan
kesebutkan satu kata pada Ayah.
”Ayah. Keke kedinginan. Keke kedinginan!”ucapku
menggigil, dan sehelai demi sehelai rambutku mulai rontok. Terjatuh di balik
bantal dikepalaku. Air mataku tertitih. Dan aku menatap ayahku, Ayah berusaha membuatku
tenang.
2
jam berlalu.. Rasa dingin itu perlahan telah hilang. Dan mulai lebih baik.
Sobat, tahukah kamu seluruh bagian tubuhku
nyaris membiru akibat luka bekas suntikan kemotrapi? Luka
itu seperti sebuah memar. Dan Aku hanya bisa melihat satu demi persatu dari
tubuhku menyisahkan bekas luka.
Namun luka itu terasa hilang ketika semua sahabatku mulai
datang. Mereka tidak pernah jauh dariku. Mereka datang untuk memberikan
semangat padaku. Bahkan tidak sedetikpun Aku merasa kehilangan dari mereka. Tidak
sedetikpun Aku merasa kesepian. Mereka selalu ada di sisiku. Orang-orang yang
Aku sayangin. Selalu ada. Selalu memberikan doa untukku. Kekuatan dari doa
mereka membuat Aku terus bersemangat menghadapi proses
kemotrapi
ke empat.
Kemotrapi keempat mulai terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan. Walau kanker itu mulai mengecil. Namun tubuhku mulai menolak. Tidak
ada tempat untuk jarum itu. Pak Hata mulai mewaspadai keadaan tersebut. Tubuhku
mulai berontak terhadap zat-zat kimia
yang disatukan dalam jarum suntik itu. Bila terus dipaksakan. Kanker itu akan
menjadi kebal. Tidak ada pilihan lain. bila sisa dari kemotrapi itu tidak
dilakukan. Kanker itu malah akan kembali membesar. Satu keputusan yang cukup
berat dilakukan Pak Hata. Beliau memasukkan seluruh obat kimia tersebuh melalui
sebuah selang kecil.
Kemudian selang kecil itu dimasukan
kedalam tubuhku melalui luban hidungku. Dan cairan itu dimasukan langsung
kedalam jantung dan paruparuku. Aku menahan rasa sakit luar biasa . Aku
bertahan hingga selang itu dikeluarkan dalam tubuhku. Walaupun Aku terbius. Aku
bisa merasakan ketika selang kecil itu mulai berjalan masuk perlahan kedalam
tubuhku. Proses itu berlangsung hingga kemotrapi ke 6 dan berakhir.
Aku mulai merasa senang karena kemotrapi itu telah
berakhir dan wajahku mulai kembali menjadi normal. Namun tidak pada hasil
ronsen setelah kemotrapi tersebut. Kanker itu tetap ada dalam tubuhku. Kanker
itu mulai anti terhadap zat kimia. Kanker itu memang mengecil. Namun kanker itu
akan kembali membesar. Dan hal yang harus di lakukan selanjutnya adalah
melakukan proses laser.
Proses laser itu juga tidak sebentar. Nyaris di lakukan
lebih dari 15 kali banyaknya. Namun tetap saja tidak berhasil. Kanker itu tetap
ada. Dan Pak Hata mulai putus asa untuk kanker itu. Dengan wajah sedih beliau
mengaku menyerah. Dan hal itu iya katakan di hadapanku..
”Keke., kamu sudah besar, dan kamu sudah saya tanganin
lebih dari 2 tahun lamanya. Namun saya jujur saja. Saya tidak bisa melenyapkan
kanker itu seperti dulu. Ini sulit..saya minta maaf sebesar besarnya.. saya
menyerah.. namun saya akan mencoba membantu kamu untuk sebisa saya..!!”
Sobat, tahukah apa yang terpikir olehku
ketika Pak Hata mulai berkata demikian?. Aku mulai berkecil hati
dan putus asa. Aku tidak menjawab apapun selain tersenyum kecil pada Pak Hata.
Mungkin hal itu telah ia katakan pada Ayah. Dan entah bertapa hancur dan
kecewanya Ayah.
Namun Aku tidak ingin semua menjadi lebih buruk. Aku
sadar. Ini adalah ujian untukku. Bila Aku merasa sedih dan takut. Bagaimanakah
dengan Ayah? Teman-temanku? Perjuangan mereka? Aku sungguh tidak bisa
melukiskan keadaanku saat itu selain hanya tersenyum. Hanya sebuah senyuman..
senyuman kecil diantara rasa takut dan pasrah.
Setelah Pak Hata menyerah dan kasusku. Ayah tidak begitu
saja putus asa. Ayah tetap ingin mencari dokter terbaik. Bahkan beliau membawa
semua berkas ku ke Singapore. Disana Ayah bertemu dengan seorang dokter ahli.
Setelah melihat kondisiku. Dan hasil dari diagnosa dokter
sebelumnya, dokter itu mengaku tidak terlalu optimis. Namun akan mencoba menyelamatkan
Aku. Sedangkan Aku mulai menjalankan pengobatan dirumah. Dengan obat yang
diberikan Pak Hata. Aku bisa menahan pertumbuhan kankerku selama mungkin.
Suatu ketika Ayah datang ke kamarku
untuk berbicara denganku. Ayah memberitahuku tentang dokter Singapore yang ia
temui. Dan mengajakku untuk berdiskusi tentang pengobatan di Singapore.
”Keke gimana mau di rawat di Singapore saja?” tanya Ayah.
”Ayah.. Singapore .. kalau Keke di
Singapore.. Keke gak bisa ketemu dengan teman teman lagi dong!”ujarku.
”Ayah ngerti.. tapi ini satu satunya
jalan. Kita harus coba, walau kamu akan lama di Singapore untuk proses
pengobatan. Ini adalah jalan terbaik!”
”Ayah.. bolehkah Keke menolak!!”
ujarku dan Ayah hanya terdiam... sedikit kecewa dengan jawabanku.
”Bukan Keke tidak ingin sembuh Ayah.. Keke hanya tidak
ingin jauh dari siapapun saat ini... termasuk Ayah.. Keke ga mau ninggalin
semuanya yang Keke miliki disini. Keke gak mau Ayah!!”
”Ayah ngerti keke..!!”
”Keke sedih.. kenapa Keke harus
terima cobaan seperti ini.. kenapa Tuhan gak adil sama Keke.. Keke sedih Ayah!”
ujarku sambil menangis.
”Keke, jangan ngomong begitu.. Jangan Keke!” ujar Ayah menenangakanku,
”Keke harus kuat.. ini ujian dan ini cobaan untuk kita semua!!”
”Tapi kenapa Keke... Kenapa Ayah... Kenapa
mesti Keke!!” teriakku menangis, dan Ayah hanya terdiam membiarkan Aku tenang
dan menangis di pelukknya. Hingga Aku mulai terkendali Ayah mulai bercerita
satu hal padaku..
”Keke, di dunia ini apa yang belum Keke rasakan?” tanya
Ayah dan Aku hanya terdiam.
”Keke ingin naik mobil mewah apapun
kita sudah pernah rasakan!!”
Keke ingin ke luar negeri dari Eropa
sampai Amerika, kita pernah rasakan juga. Keke ingin makan enak, semua sudah
kita rasakan!!” jelas Ayah.
”Maafin Ayah kalau harus ngomong begini sama Keke. Ayah
mencoba terbuka dan ingin Keke berusaha tenang. Andai saja Tuhan benar ingin
Keke pergi dari dunia ini, kenapa Keke harus takut?”
”Apa yang Keke ingin rasakan di
dunia sekarang telah Keke rasakan. Mengapa harus marah pada Tuhan. Tuhan sangat
sayang Keke. Sehingga Keke hidup bahagia dan dapat merasakan yang belum tentu
orang bisa rasakan. Mungkin kata-kata Ayah sedikit kasar. Tapi Ayah ingin Keke menangkap
maksud Ayah. Hidup di dunia ini hanya sementara. Termasuk
Ayah
juga. Tapi kita harus bersyukur bisa menikmatin indahnya dunia. Mau setahun,
mau tiga hari, kenapa kita gak siap di panggil Tuhan. Kita sudah rasakan semua
ya kan?”
sobat, Tahukah apa yang kurasakan
ketika Ayah berkata demikian?
Aku mulai merenung satu hal dan itu benar. Tuhan telah
memberikan semua apa yang belum tentu bisa orang lain rasakan seperti Aku.
Mengapa Aku tidak siap dan menyalahkan dia dalam semua musibah ini. Aku terlalu
egois untuk itu. Ya Tuhan, indahnya hidup yang Aku rasakan ini adalah semua
pemberian darimu. Tidak selayaknya Aku marah bila kau inginkan Aku bersamamu.
Dan Aku mulai tenang dan mengerti maksud Ayah. Aku mulai
mengerti semuanya. Dan menerima apa adanya. Malam itu, kulewati sebuah pengobatan
kembali. Dan pengobatan itu hal yang sama terjadi ketika Aku mulai dikemotrapi.
Namun setidaknya rasa sakit dingin itu berkurang karena jarum suntik itu di
suntikan oleh ayahku. Kami berdoa bersama untuk menerima jalannya. Apapun yang
terjadi di dunia ini. Aku telah siap kembali padamu Tuhanku..
[8]
TUHAN,
BIARKAN CINTA ITU TERPENDAM DALAM HATIKU
Setelah merenung apa yang dikatakan ayah pada malam itu.
Aku mulai berserah diri pada Tuhan untuk menjalanin semua hidupku. Aku mulai berpikir
tidak ingin membuat siapapun yang selama ini mendukungku untuk tetap tegar
dalam menjalanin hidup ini menjadi sedih dan kecewa. Namun satu hal yang
kutakutkan dalam hidupku saat ini adalah kehilangan orang yang Aku sayangin.
Aku telah berjanji untuk mengikutin
apapun yang Ayah ingin kehendaki. Karena itulah salah satu kasih sayang
darinya. Walaupun Aku telah memutuskan untuk pergi ke Singapore. Di setiap
detikku menjelang kepergian selalu ada satu kata yang tak bisa Aku ingin
lupakan.
Cinta.
Dalam keadaanku yang seperti ini
rasanya cinta itu telah mulai hilang. Rasanya Aku tidak layak untuk mendapatkan
cinta.
Sobat, cinta yang kumiliki harus kurelakan untuk kebaikan
bersama. Aku sungguh egois bila terus mempertahankan cintaku. Walau sekian lama
ku lihat bayangan dari kekasihku, Andi. Tetap setia menunggu hingga Aku bisa bersamanya
untuk setiap waktu. Namun waktu itu pada akhirnya akan berakhir. Sedih rasanya
bila Aku harus persimis untuk sembuh. Sedangkan di saat itu dia selalu berharap
Aku untuk lekas sembuh dan menunggu hingga batas waktu yang tak pernah ada
kepastian.
Hingga suatu keputusan kuambil untuk
kebaikan bersama. Sobat. Aku mengakhiri cinta pertamaku dengan Andi. Kuundang
dia untuk datang ke rumahku. Entah apa yang harus Aku katakan padanya. Namun
andi telah bersamaku dalam suka dan duka. Dia bahkan selalu ada ketika Aku
mulai menjalani pengobatan. Dia yang memberikan Aku semangat untuk terus hidup
dalam optimis dan bahagia. Sulit untuk mengatakan hal ini padanya. Namun dengan
kebesaran hati Aku berkata padanya..
Andi mulai mengetuk pintu kamarku, Ayah mengantarkan dia
hingga ke kamarku dan membiarkan dia masuk sedangkan Aku terbaring di ranjangku
di balutin selimut hangat. Dia mulai tersenyum padaku sambil berujar..
”Gimana, Keke sudah baikan..?”
tanyanya.
”Ehm lebih baik.. Maaf ya merepotkan
kamu hingga mesti suruh kamu ke sini..!” ujarku,
”Oh gak papa.. Aku senang kok, terlebih bisa ketemu kamu.
Sudah seminggu gak ketemu hehe!” kata Andi.
”Andi, hubungan kita telah berjalan dengan lama. Bisa ga
Aku bertanya beberapa hal sama kamu?”tanyaku.
”Oh, silakan aja. Aku pasti jawab
dengan jujur!” ujar Andi dengan semangat.
”Terima kasih. Selama ini menjaga
Keke dengan baik. Keke senang sekali ketika bisa mengenal Andi dalam hidup
Keke. Keke bahagia melebihi siapa pun di dunia ini. Apa yang Andi rasakan
selama ini bersama Keke?”
”Sama Keke. Keke ini anugrah Tuhan
yang paling indah, tanpa Keke hidup Andi terasa kosong.. !!” jelas Andi.
”Terima kasih Andi. Mungkin Keke
banyak membuat Andi sedih dan merepotkan. Keke yakin Andi juga pasti lelah sama
Keke. Tapi Keke ingin Andi bisa menerima apa yang Keke ingin putuskan saat
ini!” jelasku.
”Loh.. ga kok... !! Keke sama sekali gak repotin Aku!!
Suer deh..!!” balasnya dan Aku tersenyum.
”Andi, bisakah kita menjadi teman
baik saja..!!” ujarku dan Andi terdiam untuk waktu yang lama dengan wajah
sedikit kaget ...... suasana terdiam dan Aku hanya memandang Andi dengan wajah
berharap dia mengerti.
”Kenapa.. Keke bikin keputusan
seperti itu..!” tanya Andi.
”Keke hanya ingin melakukan yang
terbaik. Keke sayang sama Andi. Tapi Keke gak mau karena sayang Keke terhadap
Andi jadi membuat semuanya jadi lebih sulit..” ujarku.
”Buat Keke merasa sulit. Tapi buat
Andi lebih sulit lagi untuk pisah sama Keke..!”
”Andi, Keke mohon. ini yang terbaik.
Sekarang mungkin sulit dimengerti namun kelak Andi akan mengerti..!”
”Tapi...!” potong Andi.
”Maaf Andi.. Keke percaya masih ada
jalan panjang untuk Andi. Halhal lain di dunia Andi yang bisa membuat Andi akan
mengerti keputusan Keke..!”
”Keke, kalau keputusan ini yang
terbaik, Andi percaya. Tapi Andi tidak akan pernah melupakan Keke. Andi akan
tetap disamping Keke sampe Keke merasa keputusan itu bisa ditarik.. !!”
Dan Aku tidak menjawab apapun. Aku hanya bisa tersenyum
dan menahan air mata. Aku tidak ingin menangis dihadapan Andi karena keputusan
yang kubuat. Setelah Aku meminta istirahat. Andi keluar dari kamarku. Disaat
itu air mataku tertumpah. Aku sungguh tak berdaya terhadap apa yang terjadi.
Aku mengambil satu keputusan berat dalam hidupku. Namun itu kulakukan karena
Aku tidak ingin diantara kami akan merasakan satu kehilangan besar nantinya.
Aku tidak ingin melihat dia selalu menunggu Aku yang sakit seperti ini entah
hingga kapan. Aku tidak ingin egois karena semua itu..
Mungkin kelak Aku akan pergi tanpa merasakan suatu
kehilangan karena nafasku terhenti untuk mengingat semuanya. Namun tidak
padanya. Rasa kehilangan tidak akan terbawa dalam kesedihan abadi.. Aku tidak
ingin semua itu terjadi pada siapapun..
Menjelang keberangkatan ke
Siangapore. Ayah telah meminta izin kepada pihak sekolah agar Aku bisa cuti
selama enam bulan lamanya. Pihak sekolah dengan baik memberikan kesempatan dan
menunggu Aku kembali. Pintu mereka selalu terbuka untukku. Teman temanku pun
mendapatkan berita ini. mereka mendekat padaku untuk mendukung langkah apapun
yang terbaik untukku.
Perpisahan awal yang sulit ini
sempat membuatku sedih, namun Aku tidak ingin membuat orang yang ada
disampingku selama ini merasa kesedihan yang sama. Untuk terakhir kalinya kami
berkumpul bersama di satu ruangan kamarku. Kami mulai bercerita kenangan
kenangan yang lama diantar kami. Bahkan sahabatku sempat membawakan beberapa
kenangankenangan untukku selama di Singapore. Banyak sekali barang yang mereka berikan,
hingga Aku bingung. Namun satu hal yang tidak akan pernah Aku lupakan ada
sebuah tulisan dari sahabatku. Sebuah tulisan yang tidak akan pernah Aku
lupakan untuk selamanya.. Sebuah file yang berisikan gambar gambar animasi yang
melukiskan semua sahabatku dan tertulis sebuah kata kata indah..
”Untuk sahabatku Keke. Kami selalu ada di hatimu. Dan
selalu bersamamu untuk selamanya. Di sini kami menunggumu untuk kembali”
Kata-kata indah yang membuat air mataku tak dapat
bertahan lagi. Disaat itu kuucapkan seribu kata terima kasih. Terima kasih
untuk segalanya. Kalian adalah sahabat yang paling indah dalam hidupku. Sahabat
yang selalu akan kukenang untuk tak sedetikpun kulupakan. Terima kasih untuk persahabatan
indah ini dan kami pun saling berpelukan. Saling mengikar janji satu sama lain.
Pelukan yang diwarnai air mata. Air mata yang tak akan pernah terlupa untuk
selamanya..
Detik dimana Aku akan meninggalkan tanah air mulai
berjalan. Di sepanjang perjalanan menuju bandara Internasional Soekarna-Hatta.
Aku hanya terdiam memandang langit dan perpohonan. Sahabatku juga terdiam bersamaku
didalam mobil. Mereka mendapatkan izin dari kepala sekolah untuk mengantarkanku
ke bandara.
Tidak sepatah katapun yang terucap
dari kesunyian ini. mungkin air mata telah habis dan kering setelah hari
kemarin. Dan tiba saatnya Aku untuk mengucapkan sebuah perpisahan..
”Teman-teman.. Keke pamit dulu ya.. Semoga ketika Keke
kembali. Kalian bisa ada disini menyambut Keke..!” ujarku.
Dan salah satu dari temanku, Maya mulai menangis. Air
mata itu diikutin oleh air mata lain yang mulai berlinang. Dan Aku tidak
menangis saat itu. Aku ingin terlihat kuat disaat seperti ini. dan satu kata
terakhir untuk sahabatku sebelum kami tidak bertemu kembali..
”kalian adalah sahabat yang paling indah dalam
hidupku..!!”
Kemudian Ayah mulai mengajakku untuk
masuk ke ruang boarding. Dan semua proses menuju pesawat berjalan. Kutatap
langit dari sampingku. Terlihat indah. Angkasa yang biru membuatku teringat
akan semua kenangan yang sama ketika Aku mulai menaiki pesawat bersama Ayah
ketika akan pergi bertamasya keluar negeri.
Namun kali ini Aku bukan untuk bertamasya.. Aku pergi untuk menghitung hariku
agar menjadi lebih panjang..
[9]
Rumah
sakit Elisabeht. Singapore
Ayah mulai mengenalkanku dengan dokter spesialis kanker
yang paling terkenal di Singapore. Dr. Peng. Orangnya cukup ramah dan ubannya
yang putih menjadi ciri khasnya, dari apa yang Ayah ceritakan. Dr. Peng adalah salah
satu dokter terbaik di Asia dalam bidang kanker. Dr. Peng sempat menyapaku
dengan bahasanya. How are you?
Ketika Aku mulai memperhatikan
setiap kegiatan yang harus Aku lakukan di rumah sakit ini, Aku mulai berpikir
hal yang sama ketika Aku memeriksakan diri di rumah sakit Jakarta. Tidak ada
yang berbeda, hanya mungkin peralatan di Singapore lebih modern dan baik.
Proses yang sama terjadi. Yakni pemeriksaan darah. Ronsen pada bagian kepalaku
yang
terdapat
sisa sisa kanker. Dan semua berjalan dengan apa adanya. Aku hanya mengikutin
semuanya dengan baik tanpa mengeluh sedikitpun. Beberapa suster hanya terdiam
mungkin ia pikir Aku akan menjerit ketika di masukan ke dalam sebuah pil besar
yang akan merongsen tubuhku.
Aku ditempatkan dalam sebuah kamar dan hanya bersama
Ayah. Kamar ini memiliki dua ranjang bersebelahan dan satu kamar mandi. Layaknya
sebuah hotel namun dilengkapi dengan berbagai peralatan kedokteran. Aku
tertidur kelelahan dan merasakan sakit kepala. Ayah membiarkan Aku istirahat
sejenak dan kemudian ia pergi menuju ruang Dr. Peng yang berserta asistennya
sedang meniliti hasil dari copy scene bagian kepalaku.
Ayah hanya terduduk terdiam menunggu Dr. Peng. Setelah
menunggu beberapa menit, Dr. Peng mula kembali dan menarik nafas untuk
mencairkan suasana tegang.
”Bagaimana hasil pemeriksaan?” tanya
Ayah.
”Hasil kemotrapi di Jakarta masih
menyisahkan sel kanker yang berkembang menjadi kebal terhadap kemotrapi itu
tersebut!”
”Jadi, hal apa yang harus kita lakukan!”
”Pak Jody. Mungkin saya harus
meminta maaf sebelumnya, karena pada awalnya saya mengira putri bapak masih
bisa di obatin dengan cara saya, namun setelah menganalisa hasilnya. Saya hanya
bisa memberikan satu keputusan untuk kasus putri Bapak?” jelas Dr. Peng.
”Ok, bisa saya tahu..!”
”Saya harus melakukan operasi kecil
untuk mengangkat sel kanker itu!”
”Operasi..!” Ayah mulai terdiam
karena ia mulai dapat memperkirakan bagian dari operasi tersebut.
Benar saja. Memang operasi itu disebutkan sebagai operasi
kecil. Namun operasi itu mengharuskan Aku untuk kehilangan sebagian dari ruas wajah
kananku. Mata dan sebagia pelipis pipi dan hidungku. Ayah menyadari itu
keputusan yang tidak perlu ia lakukan. Karena operasi ini sama saja dengan hal
yang harus di lakukan di Jakarta. Ketika itu Ayah pun meminta waktu untuk
berpikir kembali. Dan wajah Ayah menjadi frustasi. Ia kini benar benar mulai
menyerah dengan keputusan pelik itu.
Aku mendengar ayahku menangis ketika Aku tertidur
disampingku. Aku mendengarkan dengan jelas isak tangis Ayah disampingku, namun
Aku tidak mencoba untuk bangun. Aku tidak ingin Ayah menyadari Aku melihatnya
menangis. Hatiku terasa gundah akan tangisan itu. Sungguh Aku tak bisa melihat
Ayah menangis. Dia adalah Raja hidupku. Dia orang yang paling berjasa dalam
hidupku. Rasanya Aku ingin bangun dan berkata,
”Ayah jangan menangis lagi. Jangan
menangis untuk Keke. Jangan biarkan Keke sebagai air mata dalam hidupmu?” namun
Aku tak berdaya.
Dan membiarkan air mata itu mengalir dan tanpa pernah
bisa menghentikan. Ketika air mata itu mulai berhenti. Aku mencoba bangun dan
Ayah menyadari itu. Ia bergerak menuju toilet dan kembali menyapaku dengan hangat..
”Anak Ayah sudah bangun ya. .Mimpi
apa Keke?” tanya Ayah.
”Tidak mimpi apa-apa Ayah..” ujarku
tersenyum.
”Gimana masih sakit kepala.. ?”
tanya Ayah.
”Sudah mendingan.. Ayah gak tidur?”
tanyaku sambil memperhatikan jam di dinding terlihat pukul 8 malam.
”Hehehe... Mau tidur tapi gimana
ya.. Anak Ayah sudah kebangun sih! Keke lapar gak?” tanya Ayah.
”Hm.. Sedikit sih hehe.. Tapi lapar
juga ya hahahaha!” ujarku tertawa.
”Gimana kalau kita jalan-jalan ke
depan.. Ayah tahu restorant bubur paling enak di Singapore!”
”Oh ya.. Emang dokter boleh Keke
keluar..!”
”Ah untuk sekarang ini peduli amat
kata dokter, yang penting Keke senang, ayah juga senang. Kita senang-senang di
sini oke!!!”
”Wah, yang bener.. Keke ganti baju
ya..!”
Aku sungguh tidak percaya dengan
kata-kata Ayah sejenak. Mungkin sangat aneh, sebab baru kali ini Ayah ingin
mengajakku makan apa saja yang bisa Aku makan. Aku pun beranjak menuju lemari
untuk menganti baju.
Beberapa saat kemudian kugunakan topi untuk menutupi si
gundul. Kami pun menikmati malam itu bersama di negeri singa. Negeri penuh
keindahan kota malam yang indah.
Kenangan
yang sulit terlupa. Walau kami memang sering bersama keluar negeri. Namun ntah
mengapa hari ini menjadi sangat istemewa untukku. Mungkin kondisiku. Mungkin
keadaanku. Atau mungkin karena Aku mulai berpikir hal ini tidak mungkin kembali
lagi...
Sobat.. Aku menunggu dan merindukan
semuanya...
[10]
ADAKAH
PILIHAN LAIN UNTUK HIDUPKU TUHAN?
Setelah sepanjang malam kami berjalan dan menikmati Kota Singapore.
Kami mulai kelelahan dan kembali menuju rumah sakit. Karena mungkin Ayah
melihatku kelelahan karena berjalan, Ayah menawarkan Aku untuk di gendong.
Walau Aku malu. Namun kakiku memang terasa lelah dan tawaran Ayah kuterima
dengan senang hati.
Sepanjang perjalanan Ayah bernyanyi
sebuah lagu yang tak akan kulupakan, lagu dari group Tangga, dengan hitsnya
”Terbaik untukmu” Aku hanya mendengarkan hingga tertidur. Dan setiba dirumah
sakit, Ayah membaringkan tubuhku dengan pelan. Dan Aku tertidur dengan sebuah kecupan
kasih sayang dari Ayah. Ia berbisik..” Selamat tidur anakku”.
Pagi-pagi sekali Aku bangun dan
melihat Ayah tidak ada di ruangkamarku. Aku hanya bangun sesaat kemudian
melihat jendela yang mengarah ke sebuah taman. Kulihat banyak sekali orang yang
berada di taman untuk menikmati suasana rindang taman yang dipenuhin oleh
perpohonan yang indah. Ingin rasanya Aku berada disana. Namun Aku menunggu Ayah
di kamar. Beberapa saat kemudian Ayah kembali ke kekamarku dan menyapaku dengan
ucapan ”Selamat pagi sayang, kok bangunnya pagi amat?” Dan Aku hanya tersenyum
kemudian Ayah terlihat membawa sebuah sarapan pagi untukku. Satu roti dengan
soup jagung. Kemudian dia membawaku ke ranjang dan memperlakukan Aku seperti
bayi berusia 5 tahun yang siap menerima suapan dan suapan untuk bertambah
besar. Aku hanya terdiam dan terus melihat Ayah bercanda dan bercerita akan hal
yang membuatku menikmati makan pagiku. Padahal Aku tidak mempunyai mood makan karena
kepalaku terasa sakit.
”Gimana Ayah, keputusan Dr. Peng? “ tanyaku.
Ayah terdiam dan kemudian meletakan
sarapan pagiku dimeja.
”Keke, mungkin lebih baik kita
pulang ke Indonesia saja..!”
”Loh, kenapa begitu. Memangnya ada
apa?”
”Sepertinya kamu lebih bahagia di
Indonesia. Dokter Indonesia juga gak jauh lebih baik..!”
Dan Aku mulai curiga dengan jawaban
itu.
”Maksud Ayah apa sih..? Jelasin ke
Keke dong..?” tanyaku.
”Keke, mungkin ada baiknya kamu
tahu. Ayah gak bisa berbohong..!”
”Oh.. Ada apa ?” ujarku pelan.
”Dr. Peng, setelah memeriksa kanker
tersebut. Mempunyai satu prosedur yang sulit untuk Ayah terima. Dan prosedur
pengobatan itu tidak lebih sama dengan apa yang harus di lakukan di Jakarta.
Untuk itu Ayah keberatan dan lebih baik Ayah memutuskan kamu berobat jalan di
Indonesia dengan bantuan pengawasan Dr. Peng!
”Ayah.. Prosedurnya apa boleh Keke
tahu ?” tanyaku. Ayah terdiam sejenak...
”Ok lah.. Keke.. Ayah akan ceritakan
semua biar semua jelas biar Keke tahu hal apa yang membuat Ayah tidak tega
sehingga memutuskan kamu lebih baik berobat secara tradisional sejak dulu..!”
”Pihak dokter yang menanganin kasus
kamu ingin melakukan operasi. Dan operasi itu cukup berat untuk Ayah. Dan Ayah
rasa itu pun berat untuk kamu. Hal pertama yang dilakukan dari operasi itu
adalah mengangkat sel tumor itu hingga akarnya. Dan yang terburuk, dimana letat
kanker itu ada, disana separuh dari
bagian tubuh Keke juga akan itu terangkat!” Dan Aku mulai merinding
mendengarkan penjelasan Ayah.
”Dan kemudian Keke bisa menjadi
cacat dengan kehilangan sebagian hidung. Mata dan kulit pipi. Untuk itu Ayah
tidak bisa melakukan tindakan tersebut, terlebih tidak ada kepastian akan hasil
dari operasi tersebut..!!” ujar Ayah.
”Seperti itu ya.. ”ujarku berusaha
tidak terlihat takut dan mata Ayah mulai terlihat basah dan memerah karena
menahan air mata. Aku pun memeluk Ayah disampingku dengan erat dan kami
terdiam. Aku hanya berusaha untuk kuat dan Ayah menyadari rasa ketakutan ku
saat mendengar operasi yang harus Aku lakukan. Dan rasa takut itu Aku lakukan
dengan
memeluk
Ayah sekeras mungkin..
”Ayah, apakah dengan begitu Keke
akan sembuh dan menjadi lebih baik!”
”Maafkan Ayah, Keke.. Ayah tidak
tahu.. Itu semua hanya Tuhan yang bisa menjawab..” ujar Ayah dan ia mulai
menangis.
”Ayah, jangan menangis.. Jika Ayah
menangis, Keke jadi ikut ingin menangis... Keke bisa menerima apapun yang
terjadi walau Keke harus kehilangan mata. Kehilangan hidung bahkan Keke rela
untuk dapat bersama Ayah.. Keke rela kehilangan apapun tapi Keke hanya ingin
satu. Keke ingin selalu bersama Ayah. Cuma itu Ayah..!! Jangan menangis Ayah.
Jangan!! ”dan Aku pun mulai menangis. Tangisan kami terdengar hingga keluar
ruangan kamar kami yang tidak tertutup. Seorang suster yang lewat memperhatikan
kami dan kemudian dia menutup pintu kamar kami. Suster itu hanya bisa memandangin
kami kemudian pergi dengan rasa terharu..
”Jadi Keke rela kehilangan semua bagian dari wajah Keke!”
”Walau sesungguhnya dalam hati Keke
takut. Tapi Keke tidak punya pilihan lain untuk selamat. Keke hanya bisa pasrah
untuk menerima!”
”Tapi Ayah tidak rela.. Ayah tidak
rela anak Ayah yang cantik harus kehilangan segalanya.. Ayah tidak akan pernah
rela untuk semua itu.. Ayah akan gunakan segala cara agar ada hal lain yang
bisa menyelamatkan Keke seperti ketika Tuhan memberikan mujizat dulu!!”
”Keke percaya.. Keke percaya akan
semua Ayah.. Apapun yang Ayah lakukan Keke akan selalu percaya!!
Dan itulah ayahku. Penuh dengan
ketidakputusaan. Penuh dengan semangat. Penuh dengan kasih sayang.. Aku sungguh
bangga menjadi anaknya. Sungguh ingin selalu bersama. Selalu ada disampingnya..
Setelah melalui sebuah pembicaraan
yang rumit dan berbagai pertimbangan akhirnya Ayah memutuskan untuk membawaku
kembali ke Jakarta. Sebelum Aku kembali dari Jakarta, Ayah telah memberitahu
temantemanku di Jakarta, mereka dengan antusias datang menyambutku di bandara.
Sungguh hatiku sangat bergembira. Sempat terpikir olehku ini
adalah
pertemuan terakhir dengan mereka ketika akan pergi ke Singapore.
Namun kami akhirnya bertemu kembali.
Dengan suka cita kami saling berpelukan. Banyak hal yang telah menanti untuk
diceritakan. Aku ingin kembali bersekolah walau dalam keadaan sakit seperti
ini, pada awalnya Ayah sempat tidak mengizinkan karena kondisi fisik Aku sangat
lemah, namun setelah Aku jelaskan bahwa Aku akan tetap baik-baik saja. Ayahpun
luluh namun dengan pengawasan asister pribadi Ayah , Pak Erwin.
Aku bisa bersekolah secara normal. Terkadang Aku merasa
tidak kuat untuk memandang dan menulis. Namun Aku tidak akan pernah melewatkan
satu detik pun pendidikan yang bisa Aku dapatkan selama Aku masih bisa. Aku ingin
terus bisa mendapatkan apa yang Aku bisa selama Aku bisa hidup. Aku ingin terus
mendapatkan.
Semua sahabatku dikelas tidak pernah
merasa terganggu oleh keadaanku. Mereka sungguh luar biasa. Setiap jam
istirahat mereka selalu ada disampingku. Memberikan Aku semangat dan cerita
cerita lucu. Itulah mengapa Aku menyukai sekolah. Karena Aku bosan berada di
kamar untuk waktu yang lama dengan melihat tayangan telivisi. Aku ingin bisa
bertatap muka dengan mereka. Mendengar semua yang bisa Aku dengar selama Aku bisa..
Selama Aku bisa sobat? Mungkin terasa sangat bersemangat, namun sesungguhnya
Aku hanya takut hal itu terlewat dan ketika Aku mulai tidak bisa mendengarkan
Aku akan kehilangan banyak hal.. Dan tidak ada lagi yang bisa Aku dengar.
[11]
BULAN
SUCI, SAATNYA AKU BERPUASA
Sebentar
lagi akan datang bulan suci Ramadhan. Semua telah mempersiapkan bulan tersebut
dengan baik termasuk Aku. Walau dalam dua tahun ini kesehatan ku terganggu. Aku
tidak pernah melewatkan bulan tersebut. Kebetulan menjelang bulan Ramadhan,
semua murid diliburkan untuk persiapan bulan Ramadhan selama tiga hari. Aku
sempat berpikir ingin ke satu tempat yang Aku sukai. Namun Aku tahu kondisiku
saat ini terbatas untuk melakukan perjalanan jauh.
Sobat, tahukah kamu Aku paling suka kota
Paris? France. Sejak kecil aku terbiasa berkeliling di daerah
tersebut. Ayah selalu membawa Aku liburan kesana, bahkan rasanya itu kota
terindah yang pernah Aku lihat. Namun karena kondisi ekonomi kami jugaม Aku sadarin mungkin telah habis karena pengobatan
Aku. Aku berbicara dengan Ayah. Bolehkah Aku berjalan-jalan bersama teman teman
menuju kota Bandung. Miniatur dari Paris. Yakni Paris De Java.
Pada awalnya Ayah sempat meragukan, terlebih Ayah tahu
Aku ngotot untuk ikut berpuasa. Ia takut kondisi Aku akan menjadi lebih buruk.
Namun setelah melakukan negoisasi akhirnya Aku mendapatkan izin dengan syarat ketika
Aku tidak kuat untuk berpuasa, maka Aku harus batal. Dan Aku setuju. Setidaknya
Aku akan berusaha untuk bertahan sebisa mungkin Aku bisa.
Teman-temanku juga mulai mempersiapkan perjalanan ke
Bandung. Mungkin ini untuk kesekian kali kami ke Bandung. Namun 3 tahun
terakhir Aku tidak pernah ke Bandung. Rencana perjalanan kami adalah melalui konvoi
mobil dari Jakarta menuju Garut kemudian menuju Bandung.
Tiba harinya kami berkumpul untuk berangkat ke Bandung.
Semua sahabatku berkumpul dirumahku, mereka memutuskan untuk menginap di rumah
ku sambil berbuka dan sahur bersama. Tentunya genk kami lengkap. Semua sudah
siap menikmati perjalanan ke Bandung. Pagi sekitar pukul 9 kami sudah memulai
perjalanan dari Jakarta menuju Garut. Dari Garut, tepatnya kacamatan Wanaraja
Aku menuju ke Bandung yang jaraknya 80Km dengan melewatin alam gunung yang
indah dan udara yang sejuk.
Aku hanya terdiam memperhatikan keindahan alam luar biasa
pada tanah airku. Puji syukur kupanjatkan pada Tuhan. Aku bisa merasakan keindahan
alam yang luar biasa di bumi pertiwiku. Aku tidak ingin melewatin pemandangan
ini. Sekitar pukul satu siang. Kami sudah keluar dari tol Pasteur dan masuk ke
kota Bandung. Aku sedikit kecewa ketika harus kehilangan pemandangan indah nan
elok itu.
Dan suasana berubah seketika. Udara memasuki kota Bandung
menjadi kotor dan cuacanya sangat panas. Akhirnya Aku kelelahan dan memutuskan
untuk membatakan puasaku hari ini. Sobat, cuaca kota Bandung berbeda dengan
beberapa tahun silam. Kini udara panas menyelimuti ibukota Jawa barat, yakni
Bandung. Aku sempat protes dalam hatiku. Bandung yang dulu terkenal dengan
Parijs Van Java karena keindahan panorama alam.
Kembang warna-warni dan udaranya yang sejuk tidak berbeda
jauh dengan Paris sesungguhnya kini telah berubah. Karena pembangunan Flyover, pembangunan
kost-kosan atau proyek besar lainnya. Seperti pembangunan pusat pembelanjaan
tanpa didukung dengan penataan yang baik mengakibatkan Bandung jadi sumpek dan
terjadi pemanasan di kota Bandung (udara tidak segar) dan Aku pikir mungkin hal
ini bisa dihindarin bila saja penataan kota dilakukan dengan baik dan tentunnya
dibarengin dengan penghijauan.
Sobat mungkin kalian merasa Aku sok
pintar atau segala macam? Namun Aku hanya ingin mengatakan satu hal yang
terpikikan olehku. Tidak ada maksud apapun selain Aku hanya ingin keindahan dan
sejarah dari apa yang membuat Bandung disebuh Parijs Van Java, tetap terjaga.
Setelah keliling kota Bandung. Memang banyak sekali terjadi perubahan besar di
kota Bandung. Bandung telah menjadi kota besar yang dipadatin oleh perkantoran
dan mobil mobil serta motor yang menurut Aku dapat memicu naiknya suhu udara
secara globar serta terjadinya perubuhan iklim.
Aku hanya berharap kalau kita
menginginkan kota bandung seperti apa nama asalnya yakni Parisj Van Java. Maka
kelak kita harus melakukan berbagai penanaman pohon dan membangun gedung secara
ramah lingkungan. Dalam melakukan pembangunan , harus dilakukan dengah bahan menyerap
panas seperti kayu-kayuan. Dan tentungnya pembangungan kota harus tetap
memperhatikan lahan terbuka hijau. Maka tidak mungkin suhu udara bandung akan
kembali normal sperti semula dan membuat kita betah untuk di sana.
Ya , mudah-mudahan suatu saat ketika Aku bisa kembali..
Aku bisa masih menikmati warna-warni dan penaroma yang indah serta suhu udara segar
ketika dulu Aku kembali. Tentunya sesuai khayalanku. Sambil duduk duduk di
pelantara Ciwalk di Cihampelas sambil menonton band band anak Bandung yang
beraksi.
Atau...
Ketika
Aku kembali lagi. Bandung telah berubah menjadi lebih panas. Dan kalau ini
terjadi akan mengingatkan kita akan sebuah peristiwa sejarah ”Bandung Lautan
Api” peristiwa tanggal 23 Maret 1946, dimana rakyat mengosongkan Bandung atas
perintah sekutu dengan memilih membakar Bandung daripada jatuh ketangan sekutu.
Hanya kita yang bisa memilih
sobat..
Ingin Bandung tetap menjadi Parisj Van Java atau.. Bandung Van Lautan Api.
Sekali lagi mungkin apa yang Aku
ungkapan tidak berarti untuk siapapun. Namun Aku hanya berharap andai suatu
ketika Aku masih ada waktu untuk kembali dan melihat kota kesayangaku ini. Aku
hanya ingin kembali seperti apa adanya. Mungkin Tuhan masih mencintaiku
sehingga Aku masih diberikan satu kesempataan untuk melihat kota ini. Namun
andaipun Tuhan telah siap untuk memanggilku kembali ke kotanya.. Aku hanya berharap
tulisan ini dapat menjadi kata-kata terakhir untukku. (artikel tentang Parisj
Van Java menjadi tulisan terakhir Keke yang di publiskasikan di majalah
sekolahnya ).
Perjalanan indah telah berakhir,
kami kelelahan setelah sepanjang perjalanan. Tak henti hentinya senyuman
kebahagian dan kebersamaan selalu ada di wajah kami dan setidaknya senyum itu
terasa hangat dan menyentuk hatiku. Dan setidaknya Aku bersyukur untuk tetap
ada disini sampai Aku bisa menghitung detik-detik. Aku mulai harus melangkah
meninggalkan kota kenangan ini. andai Aku bisa kembali.. Aku ingin kembali
Tuhan.. Sungguh Aku ingin kembali...
[12]
TUHAN,
IZINKAN AKU UNTUK MENULIS
YANG
AKU BISA LAKUKAN!
Hujan rintik terdengar ringan di telingaku, Aku
terbangun. Baru saja Aku melewati hari Idul Fitri. Acara penuh dengan hikmah.
Aku senang karena bisa melewatin puasa tahun ini dengan baik. Walau sedikit
bolong. Setidaknya Aku telah berusaha melakukan yang terbaik. Walau kondisiku
telah memburuk. Aku mulai merasakan kesakitan yang tidak bisa kujelaskan. Nafasku terasa berat. Setiap tarikan
nafas yang mengambil udara dari paruparuku telah menusuk dan membuat Aku harus
menahan dengan sekuattenaga.
Mungkin sebagian dari organ tubuhku
telah rusak, dan dari apa yang Aku ketahui. Kanker itu telah bersarang di
bagian paru-paru dan otakku. Ya Tuhan, Aku tidak berharap untuk berpikir hal
tersebut dapat mengakhiri hidupku, Aku hanya mencoba hidup bersama kanker
tersebut dengan kuat. Dan Aku berharap setidaknya Aku bisa hidup secara normal
walau dari hari ke hari Aku mulai melemah dan tidak sehat.
Aku mengambil sebuah catatan yang
kupinjam dari sahabat kelasku, sebentar lagi ujian tengah semester akan
bergulir. Aku harus belajar agar bisa ikut dalam ujian tersebut. Tanganku
memang masih kuat untuk menulis namun tidak kuat untuk waktu yang lama.
Satu-satunya jalan yang Aku ambil adalah meminjam catatan dari sahabatku
kemudian meng-fotocopy salinan tersebut untuk kubawa ke rumah. Dalam kondisi
seperti ini Aku tidak ingin
melewatkan
waktu sekolah sedikitpun. Walau terkadang Aku terganggu dengan keadaan namun
Aku berusaha untuk terus bertahan. Dan bila Aku sudah tidak sanggup. Aku izin
untuk pulang beristirahat.
Ketika Aku sedang belajar dikamarku. Ayah masuk dan
membawakan Aku obat yang harus kuminum. Hal yang biasa ia selalu tanyakan
tentang kondisiku. Dan Aku selalu berkata Aku baik baik saja. Kali ini Ayah
melihatku sedang membaca buku catatan. Dan Ayah mulai bertanya padaku
”Keke kamu belajar ya..”
”Iya Ayah. Bentar lagi ada ujian
semester..!” dan Ayah terdiam sejenak.
”Kamu yakin kamu bisa ikut ujian
dengan baik..!”
”Semoga saja.. Setidaknya Keke siap
untuk ikut ujian!!”
”Tapi kondisi kamu, apa bisa ikut
mendukung?” tanya Ayah khwatir.
”Ayah tenang saja.. Keke masih kuat
untuk ikut ujian tersebut.!”
”Kalau begitu Ayah harus bicarakan
dengan pihak kepala sekolah kamu!!” jelas Ayah dan Aku sedikit bingung.
”Untuk apa..?” tanyaku.
”Keke.. Kamu sekarang berbeda dengan
keadaan yang dulu, setidaknya mereka telah siap untuk tahu kalau kamu akan ikut
ujian..!”
”Hm...” Aku mulai mengerti.
”Ya sudah. Semua Keke serahkan sama
Ayah untuk mengurus..!”
Sesungguhnya melihat kondisiku yang
seperti saat ini, Ayah sempat cemas apa Aku bisa mengikutin ujian dengan baik.
Namun Aku menyakinkan kalau Aku masih bisa untuk ikut dalam ujian tersebut.
Tekad serta keinginan keras dari Aku membuat Ayah ikut mendukung. Mungkin
beliau mulai menyadari tidak ada hal lain yang bisa Aku lakukan selain meminta
satu hal ini. Setelah semua jelas, Ayah kemudian mulai membicarakan hal ini
dengan kepala sekolah. Pada awalnya pihak sekolah sedikit ragu untuk memberikan
kesempatan tersebut. Namun Ayah menjelaskan dengan tekad yang kumiliki dan
akhirnya Ayah mendapatkan dua opsi dari kepala sekolah.
Pertama, Aku mengikuti ujian di rumah dan kedua, ujian
dilakukan di ruang khusus untukku. Mendengar tawaran tersebut. Aku menolak. Aku
ingin ujian secara normal. Walau tanganku mulai sulit untuk bergerak, namun Aku
masih mempunyai sisa kekuatan untuk itu. Keinginanku ini akhirnya terkaburkan. Pihak
kepala sekolah mengizinkan Aku untuk ikut dalam ujian semester itu secara
normal. Hatiku sangat gembira. Setidaknya Aku bisa menjalankan tugasku sebagai
murid untuk ikut dalam ujian tengah sekolah dengan baik.
Persiapan yang kulakukan dalam
menghadapin ujian ini cukup berat. Karena sering absen sakit. Beberapa mata pelajaran
telah tertinggal. Sehingga Aku harus extra dalam memperhatikan setiap bab demi
bab pelajaran yang kutinggalkan. Untungnya Aku memiliki sahabat yang selalu ada
untukku, mereka selalu datang padaku. Mereka selalu mengajarkan Aku beberapa
hal yang tak kupahamin. Dan Aku telah siap untuk menuju bangku ujian dengan tekad
Aku bisa mendapatkan dan meraih yang terbaik.
Dua hari menjelang ujian. Tubuhku
mulai lemas. Sepertinya kanker itu mulai berkembang dan ingin membuat Aku
terdiam di kamarku. Namun Aku mencoba melawan semuanya dengan kuat. Tetes demi
tetes darah yang mengalir dari hidungku terus kutahan dan rasa perih di setiap
detik tarikan nafasku terus kuhadapin tanpa mengeluh.
Hari ujian berjalan di mulai hari
ini.
Aku mendapatkan kursi diantara barisan
terdepan. Melihat kondisiku yang tidak kunjung membaik. Ayah sempat melarangku
untuk ikut. Namun kupastikan sekali lagi Aku masih kuat untuk ikut dalam ujian.
Kondisi lambung Ayah memburuk ketika itu. Sehingga ia tidak bisa mengantarkan Aku
dalam ujian, sebagai gantinya asisten Ayah yang menemanin Aku dalam menghadapin
ujian. Mungkin Aku satu satunya murid yang didampingin oleh asistenku ketika
menghadapi ujian.
Menjelang bel ujian pertama Ayah menelepon Aku untuk
memberikan dukungan. Karena kondisi fisik Ayah yang jatuh dan lambungnya yang
tidak sehat sehingga ia harus melakukan cek kesehatan di rumah sakit.
”Selamat berjuang ya Keke.. Maaf
Ayah gak bisa temanin kami, Ayah temanin kamu dengan doa ya.. !” ucapan Ayah di
telepon yang membuatku semakin kuat.
Ujian pertama berjalan dengan baik
dan tidak ada masalah dengan keadaanku. Namun ketika menuju ujian kedua
keadaanku mulai menurun. Bahkan Aku tidak sanggup mengoreskan pensil untuk
menghitamin lubang jawaban di kertas. Aku memperhatikan sekelilingku semua
sedang sibuk dengan ujian. Dan Aku terdiam sejenak. Beristirahat menahan rasa
sakit kepalaku, hingga tak kusadarin tetesan darah mulai mengalir dari
hidungku.
Aku berusaha menahannya dengan tisue. Namun tetesan darah
itu terlalu banyak sehingga asisten Ayah yang melihat keadaanku. Langsung
berlari menujuku sehingga membuat semua orang terlihat kaget.
”Pak Erwin.. Keke mimisan..!”ujarku.
”Keke, ayo Pak Erwin gendong ke
toilet..!!” ucap Pak Erwin sigap.
Tetesan darah yang jatuh ke lantai menjadikan setiap
tetesan darah itu adalah langkah dimana Aku berlari menuju toilet. Hari ini
tidak seperti hari sebelumnya. Darah itu terus mengalir. Mungkin terjadi
tekanan kuat dalam otakkku sehingga darah yang keluar sebagai impitasi dari
tekanan tersebut.
Wajahku terlihat pucat. Dan pak Erwin hendak menelepon
ayahku namun Aku melarang..
”Jangan telepon Ayah.. Keke gak
papa.. ini Cuma mimisan biasa..!”
”Tapi Keke.. !”
”Percaya.. Keke gak papa Keke masih
sanggup untuk terusin ujian..!”
Mungkin setiap ruangan telah ternoda
oleh darahku. Bahkan Aku sudah tak sanggup melihat toilet ini penuh dengan
darahku. Namun Aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar darah ini cepat
berhenti. Hingga darah ini terhenti sekitar 15 menit kemudian Aku mulai bisa
tenang. Aku meminta Pak Erwin untuk mengantarkan Aku kembali ke ruangan. Bahkan
Aku sudah tidak sanggup untuk berjalan. Pak Erwin merangkulku hingga menuju
kursi dimana telah kutinggalkan.
Entah ketika Aku telah masuk dalam
ruangan. Darah yang tadi berjatuhan di lantai telah hilang. Mungkin telah di
bersihkan oleh petugas kebersihan. Seorang pengawas bertanya padaku apa Aku
masih bisa meneruskan ujian tersebut. Hingga Aku bertanya satu hal..
”Bu, boleh gak, kertas ini dijawab
oleh saya.. Namun dituliskan oleh Pak Erwin.. Sebab tangan saya sudah tak kuat
untuk bergerak..!” ujarku.
Mendengar permintaanku tersebut. Ibu
pengawas itu sepertinya prihatin dan memberikan izin kepada Pak Erwin untuk
membantuku, setidaknya hari ini Aku bisa menyelesaikan ujian dengan baik.
Setelah ujian tersebut selesai. Semua sahabat yang mendengarkan kejadian tadi
berlari menujuku. Mereka sedih dan menangis disampingku. Mereka berharap Aku tidak
apa-apa. Aku hanya bisa tersenyum kepada sahabatku.. Kukatakan dengan sebisaku.
”Keke masih bisa dan kuat.. Kalian
jangan cemas.. Keke masih kuat..!!
Di Rumah Sakit
Aku terkejut ketika Ayah
memberitahukan Aku kalau dia harus di rumah sakit untuk beberapa hari karena
terjadi infeksi pada lambungnya. Aku sedikit cemas dengan keadaannya. Namun ia
melarangku untuk berkunjung. Ia menginginkan Aku tetap di rumah dan tidak usah
memikirkan keadaannya karena dia baik baik saja. Ia hanya ingin Aku fokus pada ujiannya.
Dokter yang merawat Ayah sempat
bingung dengan hasil diagnosa lambungnya tidak terjadi apa-apa. Namun Ayah
selalu mengeluh kesakitan. Sehingga dokter memutuskan untuk memanggil seorang
psikolog padanya.
Ayah yang terkulai lemas terus mengeluh sakit pada
lambungnya. Dan ia terus menangis. Sehingga psikolog tersebut akhirnya mengajak
Ayah untuk berbicara secara empat mata..
”Lambung Anda sakit ya Pak Jody..!” tanya psikolog wanita
bernama Ana tersebut.
”Iya, sakit dan saya bingung hasil
dokter bilang tidak terjadi apa apa?” jelas Ayah.
”Mungkin ada hal yang ingin Bapak
keluhkan kepada saya.. Bisa saya bantu apapun masalah Anda!?” tanya psikolog
itu.
”Sebenarnya.. Saya stress.. Anak
saya sedang ujian akhir sekolah!|”
”Loh kok, anak ujian sekolah Anda
yang stres?”
”Masalahnya anak saya sedang sakit..
Dan sakitnya itu sangat parah!” ujar Ayah mulai menangis.
”Oh.. Jadi apa nama sakit anak
Anda!”
”Kanker.. Kanker jaringan lunak..
Kanker yang paling berbahaya.. Dan semua dokter telah menyerah dan tidak
sanggup untuk mengobati dia!”
Dan Ayah mulai bercerita kepada psikolog itu tentang Aku
dan piskolog wanita itu hanya menahan nafas kemudian berkata satu hal yang menenangkan
Ayah..
”Bila Anda Ayah yang baik. Anda akan
kuat dan sembuh. Karena anak Anda sudah membuktikan kalau dia adalah anak yang
kuat.. Sekarang bangun dan tunjukkan kepada anak Anda sebuah keceriaan. Biarkan
dia bahagia.. Dia pasti cemas ketika ayahnya sakit seperti ini!”
”Keke memang anak yang kuat. Entah
sudah berapa banyak air mata yang saya keluarkan tidak sebanding dengan air
matanya, saya hanya tidak ingin kehilangan anak saya.. Saya mencintai dia..
Saya ingin dia selalu ada disisi saya..!”
”Itu kehendak Tuhan.. Kalau seorang
anak berusia 15 tahun saja siap menerima keputusan Tuhan.. Kenapa Anda tidak!!
Anda telah berusaha melakukan yang terbaik.. Namun bila harus merelakan
kepergiannya bukankah itu jalan yang terbaik.. Mungkin Anda lebih tahu
bagaimana keadaan Keke sendiri dalam menghadapi rasa sakit tersebut”
Dan akhirnya Ayah tersadar betapa ia
sangat egois bila harus mengeluh akan ketidakadilan yang terjadi padaku. Ia
mulai bisa menerima semua sebagai jalan terbaik dari Tuhan. Aku mungkin tegar
ketika harus menghadapin detik-detikku. Namun Aku tidak akan tegar bila tidak
ada Ayah disampingku. Tanpa dia mungkin Aku akan hilang dengan tanpa kekuatan sedikitpun.
Karena Ayahlah Aku bertahan hingga detik ini.
Ujian telah berakhir. Dan untungnya
di hari kedua tidak ada setetes darahpun yang keluar ketika ujian. Walau
terjadi dirumahku setidaknya tidak terjadi saat ujian. Ayah keluar dari rumah
sakit berbarengan dengan usainya ujianku. Ayah sedikit lebih kurus ketika
keluar dari rumah sakit namun wajahnya terlihat lebih ceria. Telah banyak habis
waktu yang ia luangkan untukku dan sungguh detik itu sangat berharga ketika
Ayah memberikan Aku selamat dan minta maaf karena tidak bisa menemanin saat
ujian berlangsung.
Sobat, Aku mulai kelelahan dan ingin tidur lebih lama.
Entah mengapa Aku mulai merasa lelah untuk bangkit dari tempat tidur. Kakiku
terasa sangat lemas. Bahkan tidak ingin berkerja sama dengan diriku. Mereka
seolah menolak perintahku untuk berjalan. Aku hanya bisa terbaring dengan
lemas. Namun ada satu hal yang selalu kunantikan. Sebuah film yang cukup menyentuh
selalu hadir disetiap waktu Aku di ranjang.
Buku
harian Nayla..
Film tersebut muncul setiap malam di salah satu telivisi
swasta. Aku tidak ingin melewatkan sedikitpun waktu untuk melihat film
tersebut. Film yang melukiskan ketabahan seorang anak remaja dalam menghadapi
penyakit Antraksia. Dimana dalam cerita tersebut dilukiskan Nayla yang divonis sebuah
penyakit yang tidak ada obatnya. Dan hanya menunggu waktu hingga ia mulai
kehilangan semua kekuatan untuk bergerak. Namun ada cinta disampingnya membuat
ia menjadi tegar dan kuat.
Sobat tahukah apa yang kurasakan
ketika melihat film tersebut? Aku berpikir hal yang sama
telah terjadi dalam hidupku. Aku merasa tidak sendirian dalam menghadapin
masalah kehidupan. Setidaknya ada hal yang abadi pernah terjadi di dunia ini
dan mereka telah siap untuk semuanya. Walau
pada akhirnya dalam tokoh Nayla telah tiada dalam dunia ini. Aku hanya menunggu
detik untuk hal yang sama.
Aku mulai selalu lelah dan tak kuat
untuk berjalan. Hingga suatu malam darah yang keluar dari hidungku tak
tertahankan. Tubuhku terasa dingin dan meronta ronta kesakitan. Kepalaku
seperti tertekan oleh sebuah penjepit jemuran beribu-ribu rasanya. Aku mulai
panik dan sesak nafas. Ayah terlihat histeris melihat keadaanku. Seluruh
keluargaku mulai terlihat panik disampingku. Selepas keadaan menjadi tenang.
Dan Aku mulai terkendali, rasa sakit itu mulai meredah.. Ayah mengambil
keputusan membawaku ke rumah sakit terdeket. RS Ciptomangunkusumo.
Sepanjang perjalanan malam tersebut Aku hanya terdiam.
Tak kuat rasanya Aku untuk bicara sepatah kata dengan Ayah. Nafasku sulit untuk
terkendali. Ayah terlihat cemas dengan beberapa kali menyalakan klakson mobil
ketika melihat motor melewatin kami dengan tidak hati-hati.
”Ayah.. Pelan pelan.. ” ujarku terpatah patah dan Ayah
mulai terkendali.
Setibanya
di rumah sakit. Aku berkata hal kecil lagi kepada Ayah..
”Ayah.. Boleh tolong gendong Keke..
Keke sudah gak kuat berjalan.. ” ujarku berusaha bercanda untuk menghilangkan
rasa tegang Ayah.
Akhirnya kami memasuki rumah sakit.
Dengan mengendong tubuhku yang mulai lemas. Akhirnya kami bertemu dengan dokter
yang siap memeriksa keadaanku. Dokter membuat keputusan Aku harus dirawat di rumah
sakit. Ayah menuruti perintah tersebut. Dan beberapa pemeriksaan dilakukan
dalam tubuhku. Dan Aku hanya bisa memandangin setiap detikdetik dimana suster
menyiapkan sebuah alat yang dipasangkan dalam tubuhku.
Aku kelelahan sobat. Aku sungguh
ingin tidur, namun tidak untuk sekarang. Karena Ayah masih menjagaku. Aku ingin
berbicara dengan Ayah untuk beberapa saat sebelum Aku tertidur.
”Ayah, jangan cemas ya.. Keke gak
papa.. Keke Cuma cape dan butuh istirahat!!”
“Iya Keke.. Ayah tungguin, kalau Keke ngatuk.
Tidur aja, biar cepat sehat.. Ayah akan selalu disini..!”
Dan malam itu, kami menginap di
rumah sakit. Untuk beberapa kali Aku mengalami kesulitan dalam bernafas
sehingga harus di bantu dengan alat bantu pernafasan. Aku mengeluh sakit
kepalaku. Dan bila itu terjadi dokter memberikan Aku suntikan peredah rasa
sakit dan semua mulai membaik dan Aku hanya tertidur.
Sudah satu minggu lamanya Aku
menginap dirumah sakit dan semua berjalan dengan cepat. Ada satu proses dimana
Aku tidak mengerti telah terjadi dalam kepalaku. Mungkin satu hal itu hanya
bisa dijelaskan oleh Ayah. Namun setelah proses yang bernama operasi tersebut.
Rasa sakit tekanan pada kepalaku mulai merendah tidak seperti pertama ketika
Aku datang.
Ketika saat keadaan Aku mengeluh sakit kepala. Ayah
berkonsultasi dengan dokter. Dan dari hasil pemeriksaan tersebut telah terjadi
pembesaran kanker pada otak sebelah kananku sehingga harus dilakukan sebuah
operasi kecil untuk menghambat tekanan sehingga tidak terjadi sakit kepala yang
kurasakan setiap saat. Dan operasi tersebut boleh dikatakan sebagai pembedahan
diluar penyakit kankerku. Bertujuan hanya untuk mengurangi rasa sakit kepalaku
namun tidak menghapus kanker itu dari kepalaku Setiap Aku terbangun dari
tidurku Aku selalu memandangin dimana Aku berada. Aku terkadang merasa takut
ketika Aku bangun dan tidak berada ditempat dimana ada orang orang yang
kusayangin. Aku bahagia. Ketika Aku bangun selalu ada Ayah dan orang-orang yang
Aku sayangin, sahabatsahabatku
selalu
hadir dalam setiap Aku membuka mataku. Mereka datang dengan berbagai cerita
yang membuat Aku ingin lekas sembuh dan keluar dari rumah sakit ini.
Ada sebuah berita besar yang membuat
Aku sedikit tidak percaya. Ketika kepala sekolahku memanggil Ayah untuk ke
sekolah karena ingin memberitahukan sebuah prestasiku di sekolah. Ayah sempat
meminta izin padaku untuk bertemu dengan kepala sekolah namun ia merahasiakan
isi dari pertemuan tersebut karena Ayah sendiri tidak terlalu yakin dengan apa
yang terjadi.
“Selamat ya Pak, hasil ujian Keke
nilainya bagus.. Keke terbaik ketiga dikelas.!” jelas kepala sekolah dan Ayah
sedikit bingung.
”Pak kepala sekolah jangan
bercanda.. Saya tahu anak saya akan mati sebentar lagi. Tapi jangan dikasih
sesuatu yang bukan dan tidak mungkin. Mana mungkin anak saya bisa jadi ketiga
terbaik dikelas.!”
”Sabar Pak Jody.. Saya tidak
mengada-ada ini bukti dari hasil nilai anak Bapak.. Memang nilai Keke terbaik
ke tiga dikelas.!”
”Astaga.. ” Ayah hanya terdiam
kemudian terharu menangis. Ia seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Semua nilai ujian yang Aku selesaikan mendapatkan nilai A. Dan tangisan itu
seolah bahagia karena Aku membuktikan Aku masih sanggup dalam ujian walaupun
kondisiku memburuk.
Berita baik itu akhirnya sampai pada
telingaku. Aku mengucap syukur kepada Tuhan setidaknya usahaku untuk terus
belajar dan menjadi yang terbaik dapat terkabulkan. Aku hanya tersenyum dan
berharap ini adalah nyata. Dan Aku tidak sedang bermimpi. Semua ini terjadi
dengan nyata. kuperhatikan setiap nilai yang kudapat, rasa haru dan bahagia
menghiasi setiap ruang hatiku. Ucapan selamat berdatangan dari semua orang yang
kusayangin. Dan salah satu orang yang mengucapkan kata-kata selamat itu adalah
Ibu.
[13]
TUHAN,
IZINKAN AKU KEMBALI, WALAU SESAAT
Hari demi hari, detik demi detik yang berlalu. Membuatku
Aku berpikir akan suatu saat kelak. Bila Aku sungguh tidak ada dan bergerak.
Apa yang akan terjadi dengan dunia. Mungkin terkadang Aku takut untuk melihat hal
tersebut. Namun Aku telah siap. Mungkin waktuku telah mulai berhitung untuk
mundur. Setiap kenangan yang ada dihatiku mulai muncul entah itu masa masa
ketika Aku kecil, hingga masa masa dimana Aku pernah bahagia
muncul
dalam mimpiku.
Pada hari itu, keadaan tidak seperti
biasanya. Dokter mulai bergegas memasukin ruanganku dengan beberapa
perlengkapan kedokteran. Aku mulai tak dapat bernafas dengan baik. Suaraku
bahkan tak terdengar dengan baik. Tekanan kepalaku tidak seperti biasanya.
Mungkin kanker itu telah menutupi kesadaranku secara perlahan. Aku melihat
dengan sayup dan tak jelas Ayah terus memanggil namaku diikutin oleh tangis
orang orang di sekitarku.
Kanker dalam tubuhku menyebar
keseluruh organ tubuhku. Mulai dari kepalaku yang terus tertekan, hidungku yang
mulai kehilangan kepekaan. Paru-paruku yang terus mengeras dan terasa sulit
bernafas. Aku pun mulai tak kuat untuk melihat. Kanker itu merusak pemandangan
yang bisa Aku lihat dari mataku. Dan dokter menyuntikan sesuatu dalam tubuhku
hingga nyaris membuatku meronta-ronta kesakitan namun Aku tidak dapat berteriak.
Aku hanya menangis. Suaraku menghilang. Dan kupadangi Ayah dengan mataku. Ingin
Aku berkata. Rasa sakit suntikan tersebut.. Namun akhirnya obat tersebut
bereaksi dan mataku memejam dan Aku mulai terbawa dalam suatu mimpi yang pernah
terjadi dalam hidupku.
Dokter mengatakan kepada Ayah.
Mungkin hidupku akan berakhir dalam beberapa hari lagi. Namun Ayah terus
memohon dokter menyelamatkan Aku. Hingga dokter berpikir satu hal menghubungi
sebuah rumah sakit di Amerika. Terdengar kabar rumah sakit itu pernah
menanganin kasus yang sama denganku. Berapapun biaya yang akan dikeluarkan Ayah
tidak peduli dan ia ingin Aku terus bertahan.
Namun usaha terakhir Ayah untuk
berharap pada rumah sakit di Amerika tersebut sia-sia. Kanker di tubuhku telah
ada pada tahap akhir dalam hidupku. Mereka tidak ingin mengambil resiko dengan
kondisiku yang sudah penuh dengan penyebaran kanker. Ayah hanya menangis dan
frustasi dengan keadaan tersebut. Dia mulai mempersiapkan segalanya. Termasuk
apapun permintaan terakhir yang hendak Aku katakan. Namun Aku tidak pernah
terbangung
sejak pemberian obat tersebut.
Dokter mengatakan tubuhku koma untuk
waktu yang sulit dijelaskan. Semua sahabatku mulai berdatangan dan keluarga
besarku mulai berkumpul disisiku. Walau Aku tertidur tanpa pernah bangun.
Mereka selalu setia ada disampingku. Aku hanya tinggal menghitung detik dalam
hidupku. Namun Aku tidak dapat bangun. Aku hanya terdiam bagaikan sebuah
boneka. Hanya mesin pemantau detik jantung di samping tubuhku yang terus
berbunyi menandakan masih adanya kehidupan dalam tubuhku.
Aku berjalan dalam suatu tempat
dimana yang Aku selalu ingat. Tempat dimana Aku selalu merasa bahagia. Sebuah
kota penuh dengan arsitektur khas dengan sebuah menara tinggi menghiasi kota
tersebut menara Effiel. Aku berada di sebuah negara Eropa bernama Prancis
tepatnya di Paris. Entah mengapa Aku berada di sini. Namun tempat ini pernah
Aku lalui sebelumnya.
Aku berjalan sendirian memperhatikan
setiap toko-toko baju disampingku yang penuh dengan pakain yang tersembunyi
dalam bingkai kaca nan indah. Semua orang tersenyum padaku. Namun Aku tidak
mengenal mereka. Aku terus berjalan tanpa arah. Entah apa yang Aku lakukan di
kota Paris. Namun hal ini pernah terjadi dalam hidupku. Aku memperhatikan
sebuah rumah yang indah. Rumah yang berciri khas Prancis. Rumah tersebut
dihiasin dengan bunga melati di pagarnya. Dan berwarna putih dan bersih. Aku
sempat berpikir rumah siapa yang indah dan berdiri ditengah tengah kota.
Kupandangin setiap ruas rumah tersebut. Ingin
rasanya
Aku masuk ke dalam rumah tersebut. Namun pintu pagar yang tingginya mencapai 10
meter menghalanginku untuk masuk, dan Aku hanya berdiri memperhatikan rumah
tersebut dari luar.
Setelah beberapa saat seseorang
keluar dari rumah tersebut. Orang tersebut juga tidak asing untukku. Wanita itu
berpakaian serba putih dengan seranjang bunga melati yang ia petik dari
tamannya. Dia tersenyum kepadaku. Dan Aku membalas senyum itu dengan penuh
semangat. Dan dia mulai mendekatiku dan membuka pintu pagar rumahnya.
”Rasanya Keke pernah lihat Kakak
deh?” ujarku padanya dan dia hanya tesenyum padaku dan Aku mencoba mengingat.
Wanita tersebut berpakaian serba putih dan cantik. Matanya terlihat terpancar
sebuah kebahagian dan rambutnya yang indah terkulai rapi menutupi gaunnya yang
putih.
”Ya Tuhan.. Kamu kan malaikat yang ada di mimpi Keke
dulu!” ujarku dan mengingatkan ketika Aku bermimpi bertemu seorang malaikat
yang menyelamatkan hidupku.
”Tapi kenapa kita bisa ketemu di Paris ya..!” tanyaku
padanya dan dia masih terdiam.
Dan
dengan lembutnya orang tersebut menyerahkan keranjang berisi melati padaku.
Bunga tersebut masih terlihat segar dan Aku mulai mengambil dari keranjang yang
ia bawa.
”Ini buat Keke..!” tanyaku dan dia hanya tersenyum
padaku. Dia mengajakku ke sebuah taman didalam istananya. Kemudian kami
terduduk bersama sambil memperhatikan bunga ditamannya dan Aku tertidur dipangkuan
tubuhnya yang hangat dan nyaman .
”Keke.. Kamu gak mau pulang.. Nanti Ayah dan teman-teman
kamu cari kamu..!”tanyanya.
”Oh iya ya, Keke sudah berapa lama disini. Sampai lupa
sama Ayah!!” jawabku terlihat panik karena sudah lama bermain dengan wanita
cantik itu.
”Tapi Keke masih mau disini.. Disini enak. Keke jadi gak
perlu rasain sakit..!”
”Tapi kamu sudah pamitan belum sama Ayah dan teman-teman
kamu kalau kamu disini!”
”Belum sih.. Iya ya.. Nanti Ayah kirain Aku hilang lagi..
!”
”Hm, kalau gitu sekarang kamu pulang dan pamitan sana
sama mereka.. Jadi mereka gak bingung cari kamu ..!”
”Tapi.. Keke bolehkah disini lagi kalau sudah pamitan..!”
”Dengan senang hati.. Keke boleh selamanya disini.. !|
”Kalau gitu Keke pamitan dulu ya..
Ayah pasti tungguin Keke di rumah!”
”Oh ya.. Bunga melati ini Keke bawa
ya untuk kasih ke Ayah.. Pasti Ayah suka.. !”
Dan malaikat itu hanya tersenyum
kepadaku, lalu ia mengantarkanku hingga ke gerbang istananya. Aku berlari
menuju rumahku dan terus berlari hingga untaian melati yang kupegang erat
terjatuh satu persatu. Aku melihat satu titik cahaya dimana Aku merasa cahaya
itu semakin dekat ketika Aku berlari. Dan Aku pun mengikutin cahaya itu hingga
akhirnya Aku terbangun dari mimpiku.
Tiga hari lamanya Aku mengalami koma
tanpa pernah bangun. Dan ketika Aku terbangun dalam mimpiku. Perlahan kubukakan
mataku. Seluruh keluargaku ada disampingku. Ayah. Ibu. Kedua kakakku. Dan
pamanku serta teman-temanku telah ada disampingku. Aku senang mereka tidak
marah padaku karena Aku pergi tanpa pamitan. Dan Ayah dengan cepat memanggilku.
”Keke.. Keke sudah bangun..!” tanya
Ayah dan dikutin oleh seluruh ruangan.
”Ayah.. Maaf.. Keke pergi tanpa
pamitan!” ujarku dan Ayah bingung dengan pernyataanku barusan.
”Gak papa.. Keke kalau mau pergi..
Pergi aja. Ayah sudah ikhlas kok!!” ujar Ayah dan mulai mengerti maksudku.
”Ayah.. Ibu... Kakak... !” dan
mulutku mulai tak kuat untuk berbicara..
Aku masih ingin mengatakan beberapa
hal namun suaraku mulai hilang dari mulutku. Aku kesulitan untuk berkata-kata.
Aku hanya menangis ketika melihat mereka ada disampingku. Ayah mencoba
mendekatkan telinganya padaku namun sia-sia. Tidak ada suara yang bisa
kusampaikan. Dan pamanku mendapatkan ide untuk mengambil sebuah kertas dan
pena. Kemudian membiarkan Aku menulis.
”Tulis disini.. Keke.. Tulis
disini..!” ucap pamanku.
Dan mungkin banyak hal yang ingin
Aku tulis namun tanganku mulai tak kuat bergerak. Aku hanya ingin melihat
keluargaku bahagia dan rukun. Aku ingin ketika Aku pergi keluarganya bisa
ikhlas dan menerima semua ini. 15 tahun lamanya Keke hidup dalam sebuah kebahagian
dalam dunia ini. walau sebuah tulisan yang mampun kasampaikan hanya..
”Rukun.. Dan bahagialah ketika Keke
pergi..!”
Namun tulisan tersebut setidaknya
menjadi harapan terakhirku. Ibu maafkan Aku bila selama ini banyak salah
terhadap di kau. Ayah terima kasih telah merawat Keke tanpa pernah menyerah.
Kedua kakakku yang selalu ada ketika Aku butuhkan. Dan untuk sahabat.. Kenangan
ketika Aku bersama kalian tidak akan pernah sirna dalam hidupku. Walau mungkin
Aku tidak mempunyai nafas untuk menghirup dunia. Namun Aku mempunyai nafas
untuk
mengingat kalian selamanya.
Setelah apa yang ingin kusampaikan
telah tercapai. Seluruh keluargaku mulai mengikhlaskan Aku untuk pergi. Air
mata menjadi tanda terakhir ketika Aku mulai kembali mengantuk. Aku merasa lelah.
Aku ingin memejamkan mataku kembali. Namun Aku melupakan satu hal yang kubawa dari
malaikat yang memberikan Aku hadiah untuk orang yang kusayangi.
Bunga
melati yang kubawa. Tertinggal.
Kakak yang cantik berada disana menungguku, bolehkan Aku memintaku
untuk memberikan harum bunga Melati kepada setiap orang yang kutinggalkan.
Biarkan harum tersebut menghapus duka dalam hati mereka. biarkan harum tersebut
membawaku padamu. Karena Aku telah siap untuk bersamamu di istanamu. Dan
biarkan harum tersebut mengakhiri duka sedih ini menjadi kebahagian. Biarkan
harum tersebut menjadi pertanda Aku telah pergi dari dunia ini.. bolehkah!!.
Dan sebuah wangi melati muncul disaksikan oleh beberapa
orang yang berada di detik detik terakhir nafas Keke. Wangi tersebut terjadi
sekitar lima menit lamanya. Mengakhiri perjuangan dan ketegaran seorang Keke di
dunia ini. Membuat kita berkaca akan sebuah kehidupan tidak ada yang abadi dan hanya
sementara. Namun kehidupan yan ditinggalkan Keke mengajarkan kita akan suatu
ketabahan dan kekuatan bahwa hidup akan selalu ada untuk setiap orang dan
selalu akan ada akhir.
Tamat.
0 komentar:
Posting Komentar