Minggu, 16 Juni 2013

Cerita Tentang Si Penggosip


Di sebuah desa kecil, tinggallah seorang pria yang tiap harinya gemar menggosip, dia selalu saja menggosipkan tetangga-tetangganya meskipun dia tak mengenal siapa mereka. Namun karena ingin berubah, suatu hari dia mendatangi seorang tua bijak untuk meminta saran. Pria bijak ini memerintahkannya untuk membeli ayam segar di pasar dan membawakan untuknya sesegera mungkin. Dan ayam itu harus ia cabuti bulu-bulunya sementara ia berlari, tak boleh sehelai bulu pun tersisa. Si penggosip ini menuruti semua, dia mencabuti bulu-bulu ayam sementara ia berlari kembali ke rumah pria bijak itu. Sesampainya disana ia menyerahkan ayam tersebut, namun pria bijak lagi-lagi memintanya untuk pergi mengumpulkan semua helai bulu yang sudah dia cabuti dan membawanya kembali. Si penggosip ini tentu saja protes, hal itu tidak masuk akal untuk dilakukan. Angin pasti sudah menerbangkan bulu ayam itu ke segala penjuru dan dia takkan pernah bisa mengumpulkannya lagi. Pria bijak kembali berkata, "Hal itu benar. Dan begitu pulalah halnya dengan gosip. satu gosip dapat terbang ke segala sudut, lalu bagaimana kamu akan mengembalikannya? Jadi sebaiknya jangan pernah memulainya dari awal."
Benar kata dongeng di atas. Sekali saja anda menceritakan sebuah gosip, maka gosip itu akan dengan cepat menyebar bagaikan debu tertiup angin. Tapi sebenarnya gosip ini baik atau buruk sih? Jawabannya tentu saja tergantung pada isi dari gosip dan tujuan dari orang yang menyampaikan gosip ini. Gosip itu sendiri kan bisa di deskripsikan sebagai mengobrol atau menceritakan sesuatu kepada orang lainnya.
Jadi kalau yang dicerikan merupakan hal-hal yang baik dengan maksud ingin berbagi, berarti itu bagus kan?
Sisi baik lainnya dari gosip itu, terkadang gosip justru lebih memperat atau mendekatkan hubungan dengan teman-teman kita. Misalnya sudah lama kita tidak bertemu atau terputus komunikasi dengan teman kita, namun ketika ada seseorang yang bercerita tentang dia kita jadi tahu, 'oh keadaan dia sekarang begini', 'oh dia sekarang berada disini'. Dan jangan salah, gosip juga bisa memberikan kita pelajaran loh. Coba bayangkan, misalnya ada seseorang yang menggosip tentang suatu keadaan atau hal yang terjadi di kantor atau disekitar kita, maka dengan mendengar dan berbagi cerita itu kita akan belajar tentang norma-norma sosial tak tertulis yang berlaku di sekitar kita. Kita belajar bagaimana untuk bertindak, dan bagaimana untuk tidak bertindak dalam suatu situasi tertentu.

            Namun masalahnya gosip terkadang lebih diartikan dengan menyebarkan rumor, atau hal-hal yang belum tentu benar kebenarannya dan kebanyakan merupakan cerita berbau negatif. Kalau demikian ini yang terjadi, maka sebaiknya anda memang menghindarinya. Bukan hanya karena adanya norma-norma sosial yang menilai bagaimana buruknya bergunjing  hal-hal negatif itu, akan tetapi saya rasa semua ajaran agama pun memang tidak membenarkan kegiatan bergunjing ini.
Dengan tidak bermaksud menghakimi, tapi sebenarnya apa sih yang membuat seseorang begitu entengnya menggunjingkan aib orang lain? Demi kepuasan batin? Karena senang melihat mereka yang digosipkan jadi tercoreng namanya di mata publik? Atau karena memang ingin agar publik tahu sosok seperti apa yang tersembunyi dibalik kedok si korban gosip ini?
Terlepas dari apapun alasan orang-orang menyebarkan gosip, sebelum bergosip itu sendiri kenapa kita tidak coba tengok terlebih dahulu pada diri kita? Apa kita ini memang sempurna tanpa cela, hingga membicarakan keburukan orang lain bukanlah sebuah kesalahan? Jangan sampai kita menjadi seperti kata pepatah bijak 'semut di seberang lautan nampak jelas, namun gajah di pelupuk mata tak nampak'.
Terhadap beredarnya sebuah rumor (gosip), sesungguhnya ada tiga pihak yang terkuak aibnya :
-     -    korban gosip yang aib hidupnya di gosipkan,
-     -    dia yang menyebarkan gosip, dengan maksud menjelekkan,
-   -   mereka yang mendengarkan gosip yang kemudian menanggapinya dengan mengucapkan hal-hal buruk lainnya atau bahkan menyebarkannya lagi ke orang lain.
Tapi paling tidak dalam kasus gosip tersebut, yang digosipkan itu merupakan korban. Berarti si penyebar gosip bisa dibilang sebagai pelakunya dong? Gak asik juga kan di cap penggosip?  

0 komentar:

Posting Komentar