Oleh : Khairuddin Arafat
Miris. Kata itulah yang mewakili judul di atas. Sebagaimana warga negara, mereka juga berhak mendapatkan perhatian, dan pendidikan yang setara dengan masyarakat lainnya. Akan tetapi, mereka malah dianaktirikan. Begitulah pesan yang tergambarkan ketika penulis berkunjung ke DPD Pertuni Sumatera Utara, Jalan Sampul, Medan tahun 2014 silam.
Meski sudah banyak sekolah maupun perguruan tinggi yang mau menerima penyandang disabilitas ini, akan tetapi proses pembelajaran kurang bisa diikuti mereka karena keterbatasan yang dimiliki. Ironis memang. Tapi begitulah keadaannya.
Tak hanya itu, kaum difabel ini juga sering mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari tenaga pendidik. Ya, tenaga pendidik acap mendiskreditkan keadaan mereka.
Miris. Kata itulah yang mewakili judul di atas. Sebagaimana warga negara, mereka juga berhak mendapatkan perhatian, dan pendidikan yang setara dengan masyarakat lainnya. Akan tetapi, mereka malah dianaktirikan. Begitulah pesan yang tergambarkan ketika penulis berkunjung ke DPD Pertuni Sumatera Utara, Jalan Sampul, Medan tahun 2014 silam.
Meski sudah banyak sekolah maupun perguruan tinggi yang mau menerima penyandang disabilitas ini, akan tetapi proses pembelajaran kurang bisa diikuti mereka karena keterbatasan yang dimiliki. Ironis memang. Tapi begitulah keadaannya.
Tak hanya itu, kaum difabel ini juga sering mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari tenaga pendidik. Ya, tenaga pendidik acap mendiskreditkan keadaan mereka.